Pembaruan perusahaan keamanan siber AS picu gangguan TI global skala besar

Layar biru (blue screen) muncul di sebuah monitor pengumuman maskapai penerbangan United Airlines di Bandar Udara Internasional O’Hare Chicago di Chicago, Amerika Serikat, pada 19 Juli 2024. (Xinhua/Li Rui)

Pembaruan perangkat lunak yang bermasalah dari perusahaan keamanan siber CrowdStrike telah memengaruhi komputer-komputer yang menjalankan sistem operasi Microsoft Windows di berbagai organisasi, menyebabkan gangguan teknologi informasi (TI) besar-besaran, yang berdampak pada bank, maskapai penerbangan, dan bisnis di seluruh dunia.

 

San Francisco, AS (Xinhua/Indonesia Window) – Pembaruan perangkat lunak (software) yang bermasalah dari perusahaan keamanan siber CrowdStrike pada Jumat (19/7) pagi waktu setempat memengaruhi komputer-komputer yang menjalankan sistem operasi Microsoft Windows di berbagai organisasi, menyebabkan gangguan teknologi informasi (TI) besar-besaran, yang berdampak pada bank, maskapai penerbangan, dan bisnis di seluruh dunia.

Otoritas wilayah udara federal Amerika Serikat (AS) mengumumkan penghentian lalu lintas udara secara nasional pada Jumat karena gangguan TI itu. Maskapai penerbangan dan bandar udara (bandara) di Jerman, Prancis, Belanda, Inggris, Australia, China, Jepang, India, dan Singapura juga melaporkan masalah pada sistem check-in dan tiket, yang mengakibatkan penundaan penerbangan.

Sebuah unggahan dari Alaska State Troopers mengatakan bahwa banyak pusat panggilan (call center) yang “tidak beroperasi dengan baik di seluruh Negara Bagian Alaska.”

CrowdStrike mengatakan laporan kerusakan (crash) tersebut terkait dengan layanan keamanan berbasis cloud “Falcon Sensor” milik mereka.

CEO CrowdStrike George Kurtz mengonfirmasi dalam sebuah unggahan di media sosial X bahwa “kerusakan” pada pembaruan konten untuk host Windows telah menyebabkan gangguan TI tersebut.

Para penumpang mengantre untuk melakukan check-in atau memesan ulang penerbangan mereka yang dibatalkan di konter maskapai United Airlines di Bandar Udara Internasional O’Hare Chicago di Chicago, Amerika Serikat, pada 19 Juli 2024. (Xinhua/Li Rui)

“CrowdStrike secara aktif bekerja dengan para pelanggan yang terdampak oleh kerusakan yang ditemukan dalam pembaruan konten tunggal untuk host Windows. Host Mac dan Linux tidak terdampak,” ujar Kurtz di X.

“Ini bukan insiden keamanan atau serangan siber. Masalah ini telah diidentifikasi, diisolasi, dan perbaikan telah dilakukan. Kami mengarahkan pelanggan ke portal dukungan untuk mendapatkan pembaruan terkini dan akan terus memberikan pembaruan yang lengkap dan berkesinambungan di situs web kami,” paparnya.

“Lebih lanjut kami merekomendasikan organisasi-organisasi untuk memastikan bahwa mereka berkomunikasi dengan perwakilan CrowdStrike melalui saluran resmi. Tim kami sepenuhnya dikerahkan untuk memastikan keamanan dan stabilitas pelanggan CrowdStrike.”

Sebuah unggahan di forum dukungan CrowdStrike telah mengakui masalah ini sebelumnya pada Jumat, mengatakan bahwa perusahaan telah menerima laporan kerusakan yang terkait dengan pembaruan konten. Aplikasi perusahaan itu masih mengalami gangguan, menurut Status Kesehatan Layanan (Service Health Status) dari layanan cloud untuk bisnis CrowdStrike.

Logo raksasa keamanan siber CrowdStrike terlihat pada sebuah ponsel. (Foto Web)

Hampir 60 persen perusahaan Fortune 500 dan separuh lebih perusahaan Fortune 1.000 tercatat sebagai klien CrowdStrike, menurut situs webnya. Perusahaan ini melantai di bursa saham pada 2019 dan memindahkan kantor pusatnya dari Silicon Valley, California, ke Austin pada 2021.

Saham CrowdStrike turun sekitar 18 persen dalam perdagangan prapasar (premarket) pada Jumat. CrowdStrike mencatatkan kapitalisasi pasar sebesar 83,48 miliar dolar AS pada penutupan pasar pada Kamis (18/7).

“Menurut kami, produk keamanan siber harus memenuhi standar keandalan dan keamanan yang lebih tinggi dalam penerapan di pelanggan dibandingkan dengan produk-produk teknologi lainnya, mengingat produk ini sangat penting dan aktif diserang oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” tulis analis Goldman Sachs dalam sebuah catatan riset pada Jumat.

*1 dolar AS = 16.160 rupiah

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan