Banner

Penutupan Israel di Tepi Barat masuki hari ke-3, kehidupan lumpuh di tengah ketegangan regional

Penghalang jalan terlihat dipasang di pintu masuk Hebron, Tepi Barat bagian selatan, pada 14 Juni 2025. (Xinhua/Mamoun Wazwaz)

Pasukan Israel memberlakukan penutupan total menyeluruh di Tepi Barat, di tengah meningkatnya ketegangan regional.

 

Ramallah, Palestina (Xinhua/Indonesia Window) – Kehidupan sehari-hari warga Palestina di seluruh Tepi Barat lumpuh selama tiga hari berturut-turut, karena pasukan Israel memberlakukan penutupan total menyeluruh di wilayah tersebut di tengah meningkatnya ketegangan regional.

Pasukan Israel pada Jumat (13/6) mengumumkan keadaan darurat dan memberlakukan penutupan total di Tepi Barat.

Langkah tersebut, yang melarang pergerakan antarkota, baik besar maupun kecil, dan antardesa, dijelaskan oleh media Israel sebagai langkah pencegahan menyusul perkembangan regional terbaru, termasuk eskalasi antara Israel dan Iran.

Israeli Broadcasting Corporation melaporkan bahwa pembatasan tersebut akan tetap diberlakukan “hingga pemberitahuan lebih lanjut,” sementara surat kabar Yedioth Ahronoth menyebut unit-unit militer tambahan telah dikerahkan di lokasi-lokasi penting di Tepi Barat.

Banner

Sumber keamanan Palestina mengatakan kepada Xinhua bahwa pasukan Israel telah menutup jalan-jalan utama yang menghubungkan wilayah utara, tengah, dan selatan Tepi Barat. Gerbang besi dan pos pemeriksaan keliling telah ditempatkan di lokasi-lokasi strategis, sehingga membatasi pergerakan warga secara signifikan.

“Penutupan tersebut secara efektif telah melumpuhkan aktivitas sehari-hari di Tepi Barat,” ungkap seorang pejabat keamanan Palestina, yang berbicara dengan syarat anonimitas, kepada Xinhua.

Saksi mata setempat mendeskripsikan adanya aktivitas militer yang ekstensif, termasuk penggunaan peluru tajam, peluru berlapis karet, granat kejut, dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan dan kendaraan di beberapa area.

Banyak pusat perkotaan dan kamp pengungsi telah dikepung, sehingga mengakibatkan terisolasinya sejumlah lingkungan dan komunitas, demikian menurut keterangan warga setempat.

Berbagai layanan kesehatan terdampak signifikan. Dalam sebuah pernyataan pers, Perhimpunan Bulan Sabit Merah Palestina (Palestinian Red Crescent Society) menyatakan tim-tim daruratnya menghadapi hambatan serius dalam menjangkau para pasien dan mengangkut pasien ke rumah sakit.

Warga setempat mengungkapkan kekhawatiran yang kian besar terkait dampak penutupan yang terus berlanjut terhadap kehidupan sehari-hari dan aktivitas ekonomi.

Banner

Ashraf Saeed (43), seorang sopir taksi dari Kota Nablus di Tepi Barat bagian utara, mengatakan kepada Xinhua penutupan tersebut telah sangat mengganggu kapasitasnya untuk bekerja, dan membuat ribuan sopir taksi serta pekerja harian lainnya berada dalam masalah serupa.

“Setiap pagi, saya berangkat kerja sebelum matahari terbit, berharap menemukan rute yang tidak ditutup, tetapi sebagian besar waktu saya justru terjebak berjam-jam di pos-pos pemeriksaan militer,” ungkap Saeed. “Terkadang, para tentara melepaskan tembakan peringatan atau meledakkan granat kejut hanya untuk membubarkan orang-orang di area tersebut, walaupun kami hanya menunggu dengan tenang di dalam mobil kami.”

Saeed, yang menafkahi keluarga beranggotakan enam orang, mengatakan penutupan tersebut telah menutup satu-satunya sumber penghasilannya. “Tanpa penumpang dan tanpa akses ke kota-kota terdekat, saya hampir tidak mendapatkan penghasilan sama sekali selama beberapa hari. Anak-anak saya membutuhkan makanan, perlengkapan sekolah, dan obat-obatan, tetapi sekarang, saya tidak bisa menyediakan semua itu,” keluhnya.

pasukan Israel memberlakukan penutupan
Sebuah jalan ditutup untuk kendaraan bermotor di dekat Deir Sharaf di Kota Nablus, Tepi Barat, pada 13 Juni 2025. (Xinhua/Nidal Eshtayeh)

Warga mendeskripsikan penutupan ini sebagai bentuk pembatasan kolektif yang memengaruhi semua aspek kehidupan. Di Ramallah, aktivitas perdagangan telah mengalami penurunan secara signifikan. Ali Akram, seorang pemilik toko, mengatakan kepada Xinhua bahwa jumlah pelanggan telah menurun drastis dalam tiga hari terakhir.

“Orang-orang tidak keluar rumah, dan kami tidak bisa mengisi ulang persediaan kami,” kata Akram. “Perekonomian sedang terpuruk, dan semakin lama situasi ini berlanjut, semakin buruk dampaknya bagi usaha kecil seperti milik kami.”

Kondisi serupa juga dilaporkan di Hebron, kota terbesar di Tepi Barat bagian selatan. Warga mengatakan jalanan dan pasar tampak sangat sepi.

Banner

Samira Aziz, seorang ibu tiga anak asal Hebron, menyebut penutupan saat ini sebagai salah satu yang paling parah yang pernah dia alami dalam beberapa waktu terakhir.

“Tingkat kehadiran militer sangat besar,” ungkap Samira kepada Xinhua, seraya menambahkan, “Kami sudah terbiasa dengan pembatasan, tetapi tingkat penutupan seperti ini adalah hal yang baru.”

Sejumlah pejabat Palestina mengecam langkah-langkah yang diambil Israel, menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional dan mendesak adanya intervensi internasional untuk meringankan pembatasan terhadap warga sipil.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan