Pasokan senjata ke Ukraina akan semakin terjamin dengan koordinasi negara ini, Uni Eropa (UE), dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) yang sepakat mengenai perlunya menggenjot produksi senjata dan meningkatkan pengadaan senjata.
Brussel, Belgia (Xinhua) – Ukraina, Uni Eropa (UE), dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) akan bersama-sama meluncurkan mekanisme untuk mengoordinasikan pasokan senjata ke Ukraina, demikian disampaikan beberapa pejabat di Brussel, Belgia, usai pertemuan pertama antara perwakilan tingkat tinggi dari ketiga pihak tersebut.
Menurut Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, dia telah berdiskusi dengan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba dan Perwakilan Tinggi UE untuk Urusan Luar Negeri Josep Borrell mengenai perlunya menggenjot produksi senjata dan meningkatkan pengadaan senjata “guna memastikan bahwa Ukraina mendapatkan senjata yang dibutuhkan.”
“Kami sedang mencari cara untuk mempercepat pengiriman dari negara-negara anggota ke Ukraina,” kata Borrell.
Untuk mencapai tujuan tersebut, ketiga pihak akan membentuk mekanisme koordinasi yang akan menghubungkan industri pertahanan, pihak pengadaan, dan pemerintah mereka. Mekanisme ini akan memungkinkan mereka untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan Ukraina di garis depan, tetapi juga mengisi kembali persediaan amunisi negara-negara anggota NATO dan UE.
Karena tingkat konsumsi amunisi lebih besar daripada tingkat produksi, negara-negara anggota UE dan NATO perlu meningkatkan produksi, kata Stoltenberg dan Borrell. Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi telah dimulai pada akhir musim panas lalu, menurut Kuleba.
NATO akan membantu Ukraina mengembangkan sistem pengadaan yang efektif, transparan, dan akuntabel, kata Stoltenberg. Aliansi tersebut juga akan meningkatkan target persediaan amunisinya melalui Proses Perencanaan Pertahanannya.
Dikatakan oleh Stoltenberg bahwa dia menyesalkan keputusan Rusia untuk menangguhkan partisipasinya dalam Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (New Strategic Arms Reduction Treaty/New START) dengan Amerika Serikat, yang diumumkan sebelumnya pada Selasa (21/2) oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.
Rusia menangguhkan partisipasinya dalam New START, bukan menarik diri dari perjanjian tersebut, kata Putin.
Pada awal Februari, NATO meminta Rusia untuk “kembali mematuhi sepenuhnya” perjanjian New START dan mengizinkan fasilitas nuklirnya diinspeksi. Hal itu “terdengar seperti omong kosong di tengah konfrontasi saat ini,” ujar Putin dalam pidato tahunannya di Majelis Federal Rusia.
Putin menyoroti potensi serangan gabungan NATO karena Inggris dan Prancis juga memiliki persenjataan nuklir yang menjadi ancaman bagi Rusia.
Moskow mengatakan bahwa pihaknya mendapatkan informasi bahwa “tokoh-tokoh tertentu di Washington” sedang mempertimbangkan untuk melakukan uji coba pengembangan jenis senjata nuklir baru.
Laporan: Redaksi