Jakarta (Indonesia Window) – Dewan negara produsen minyak kelapa sawit, Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), tetap optimistis akan masa depan minyak sawit meski saat ini terancam oleh pandemik COVID-19, sebut Kantor Berita Bernama yang dikutip di Jakarta pada Kamis.
“COVID-19 tidak akan membawa dampak negatif pada produksi minyak sawit, dan permintaan minyak sawit di masa depan akan terus meningkat secara global,” kata Direktur Eksekutif CPOPC Yusof Basiron dalam pidato penutupnya pada acara Smallholder Outreach Program (SOP) yang diselenggarakan oleh Sekretariat CPOPC.
Empat puluh dua perwakilan asosiasi petani kecil dari Indonesia, Malaysia, India, Thailand dan Papua Nugini berpartisipasi dalam telekonferensi tersebut.
SOP berfungsi sebagai platform bagi petani kecil dari beberapa negara penghasil kelapa sawit yang bergabung dalam jaringan CPOPC untuk membahas masalah dan tantangan dalam meningkatkan kapasitas dan menciptakan lingkungan yang berkelanjutan.
Diskusi tersebut membangun keinginan para peserta untuk membangun jaringan komunikasi global di antara petani kecil negara penghasil minyak sawit dalam mencapai kerangka global berkelanjutan yang lebih luas dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030.
“Kerja sama dan dialog antarpetani sangat penting. Suatu saat nanti para petani kecil akan terlihat sebagai pahlawan pemberi pangan bagi dunia,” kata Yusof.
Ia juga yakin bahwa program ini akan menguntungkan petani kecil, mengatakan, platform ini akan terus menjaga dialog dan diskusi di antara petani kecil di tingkat internasional.
Sementara itu, sejumlah isu yang dibahas dalam telekonferensi tersebut antara lain tantangan budidaya, kewajiban sertifikasi keberlanjutan, serta kampanye negatif dan hitam terhadap sawit.
Perwakilan Indonesia Djono Burhan mengatakan petani kecil dan CPOPC bisa menjadi tim yang hebat untuk menangani kampanye negatif.
“Kalau sawit tidak ada, maka SDGs tidak ada,” ujarnya.
Adzmi Hassan dari Malaysia mengatakan petani kecil sangat bergantung pada minyak sawit sebagai mata pencaharian mereka.
“CPOPC harus memastikan harga di antara negara-negara anggota hampir sama, karena mereka akan menggunakan standar yang sama (baik MSPO maupun ISPO),” ujarnya.
MSPO (Malaysian Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil System) adalah kebijakan yang diterapkan oleh masing-masing negara mengenai sistem kelapa sawit, diantaranya meliputi sertifikasi, harga, dan kapasitas para petani.
Sementara itu, Chennu Rohith dari India mengatakan petani kecil di negaranya telah menemukan solusi untuk tantangan terkait panen.
“Ada kendala dalam mencari tenaga terampil untuk memanen sawit, jadi kami memberdayakan dan melatih para pemuda setempat,” ujarnya.
Para peserta mengungkapkan harapan bahwa asosiasi dan CPOPC akan fokus menangani masalah stabilisasi harga yang berada di luar kemampuan mereka untuk menyelesaikannya.
Menanggapi hal tersebut, Yusof meyakinkan bahwa CPOPC akan mendukung segala upaya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi negara-negara produsen kelapa sawit, seperti perbedaan harga.
Sekretariat telah menetapkan rencana lebih lanjut untuk melibatkan petani kecil dari wilayah Afrika, serta Amerika Tengah dan Latin secara terpisah.
Tujuan utamanya adalah memetakan tantangan, harapan, dan solusi guna meningkatkan kapasitas petani kecil dalam mencapai SDGs pada tahun 2030.
Laporan: Redaksi