Banner

Opini: Kebocoran data pribadi masalah serius karena menyangkut HAM

Yusup Salam, Sekretaris Jenderal Milenial Indonesia dan mahasiswa Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI). (Foto: Istimewa)

Jakarta (Indonesia Window) – Kebocoran data digital pribadi masyarakat di Indonesia sepanjang tahun 2020 hingga 2022 telah mencapai ratusan juta dari beragam kasus, dan yang terakhir adalah kebocoran data pribadi pengguna SIM CARD yang digunakan.

Data pribadi adalah hal yang melekat pada setiap diri manusia, sehingga ini dilindungi oleh Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Pasal 28G ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia.

Asas perlindungan dalam negara hukum terdapat dalam Declaration of Independent.

Deklarasi tersebut berbunyi tentang asas bahwa orang yang hidup di dunia ini, sebenarnya telah diciptakan merdeka oleh Tuhan, dengan dikaruniai beberapa hak yang tidak dapat dirampas atau dimusnahkan, dan hak tersebut mendapat perlindungan secara tegas dalam negara hukum.

Peradilan tidak semata-mata melindungi hak asasi perorangan, tetapi juga mengayomi masyarakat secara totalitas agar cita-cita luhur bangsa tercapai dan terpelihara.

Setidaknya ada dua fakta terungkap dari kebocoran data ini.

Fakta pertama adalah kasus kebocoran data adalah murni kelalaian dan ketidaksiapan kompetensi pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo RI), dan fakta kedua adalah kasus ini jelas merupakan pelanggaran HAM.

Masalah serius

Kebocoran data yang telah terjadi berkali-kali, serta dikapitalisasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab adalah masalah yang sangat serius, sehingga kejadian ini menjadi ‘catatan merah’ bagi Menteri Kominfo RI yang harus dievaluasi secara serius oleh kabinet dan legislatif.

Namun, sejauh ini tidak terlihat rasa dan pengakuan bersalah, dan tanggung jawab untuk memperbaiki, apalagi memberikan jaminan keamanan dari para pemangku kepentingan masalah ini.

Dalam kasus ini kementerian tidak bisa menyalahkan masyarakat. Tindakan yang harusnya dilakukan adalah mencari, menangkap dan menindak secara hukum para pelaku yang melakukan pencurian dan penjualan data pribadi.

Namun demikian, upaya tersebut sangat mungkin terhambat oleh RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang masih digodok dan menuai banyak masalah.

Dengan kondisi demikian, saya melihat masih minimnya keseriusan pemerintah Indonesia dalam menjamin keamanan data pribadi masyarakatnya.

Beberapa poin kebijakan yang menurut saya perlu diubah dan dihapus adalah penghapusan penggunaan No. NIK/KK (Nomor Induk Kependudukan/Kartu Keluarga) di semua layanan digital apa pun termasuk SIM CARD.

Selain itu, akses data pribadi, termasuk informasi pengguna aplikasi, oleh pemerintah dan induk perusahaan juga seharusnya ditiadakan.

Jika dibandingkan dengan banyak negera, pemahaman pemerintah Indonesia tentang implementsi kemanan data pribadi masyarakat masih primitif, ditunjukkan dengan belum sempurnanya penerjemahan UUD 1945 terkait HAM dalam prespektif kemanan data pribadi masyarakat, baik dalam media konvensional maupun aplikasi digital.

Penulis: Yusup Salam [Sekretaris Jenderal Milenial Indonesia dan Mahasiswa Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI)]

Penyunting: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan