Banner

Analisis Berita: Ketegangan meningkat di Gaza usai Israel lancarkan serangan ke Rafah

Warga Palestina memeriksa puing bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di Kota Rafah di Jalur Gaza selatan pada 12 Februari 2024. (Xinhua/Yasser Qudih)

Operasi militer Israel di Rafah, termasuk penyerbuan dan potensi invasi berskala besar, akan memicu krisis kemanusiaan yang lebih serius dan memperparah situasi regional.

 

Yerusalem (Xinhua) – Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF) menyerbu Kota Rafah pada Senin (12/2) pagi waktu setempat dan menyelamatkan dua warga Israel yang disandera di Gaza. Serangan tersebut telah menewaskan lebih dari 100 orang dan menyebabkan ratusan lainnya luka-luka, menurut Kementerian Kesehatan yang berbasis di Gaza.

Para analis memperingatkan bahwa operasi militer Israel di Rafah, termasuk penyerbuan dan potensi invasi berskala besar, akan memicu krisis kemanusiaan yang lebih serius dan memperparah situasi regional.

Operasi militer Israel di
Warga Palestina memeriksa puing bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di Kota Rafah di Jalur Gaza selatan pada 12 Februari 2024. (Xinhua/Yasser Qudih)

Tentara Israel pada Senin pagi waktu setempat mengonfirmasi bahwa pihaknya telah meluncurkan operasi gabungan dengan pasukan khusus lainnya dan menyelamatkan dua sandera yang ditahan oleh Hamas sejak 7 Oktober 2023. Menurut sebuah pernyataan militer, baku tembak sengit terjadi dengan militan Hamas selama operasi tersebut, sementara serangan udara juga diluncurkan.

Akibat serangan udara itu, Rumah Sakit Kuwait di Rafah “kewalahan menangani pasien yang luka parah serta tidak memiliki persediaan obat-obatan dan pasokan yang memadai,” papar kantor berita resmi Palestina, WAFA, mengutip pernyataan direktur rumah sakit tersebut.

Sejak konflik pecah, Israel telah mendesak warga sipil di Jalur Gaza untuk mengungsi ke daerah-daerah yang aman di Gaza selatan. Akibatnya, lebih dari sejuta orang mengungsi ke Rafah untuk mencari perlindungan, sebagian besar dari mereka terpaksa tinggal di tenda-tenda.

Kini, Rafah juga terancam menjadi medan perang. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Jumat (9/2) meminta IDF dan badan-badan keamanan untuk merumuskan rencana operasi darat di Rafah. Kepada ABC News pada Sabtu (10/2), dia mengungkapkan bahwa Israel bisa “kalah dalam perang jika tidak menginvasi Rafah.”

Warga Palestina memeriksa puing bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di Kota Rafah di Jalur Gaza selatan pada 12 Februari 2024. (Xinhua/Yasser Qudih)

Niat Israel untuk menginvasi Rafah menuai kritik luas baik di dalam maupun di luar negeri. Kolumnis Israel Gideon Levy pada Ahad (11/2) memperingatkan bahwa “menginvasi Rafah saat ini mustahil dilakukan tanpa melakukan kejahatan perang.”

Komunitas internasional juga menentang keras rencana agresi Israel tersebut. Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa “pengeboman tanpa pandang bulu di wilayah padat penduduk dapat dianggap sebagai kejahatan perang” di bawah hukum kemanusiaan internasional.

Negara-negara regional, termasuk Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Bahrain, pada Senin menyuarakan keprihatinan yang mendalam atas potensi invasi tersebut.

Lebih lanjut lagi, dalam sebuah unggahan di akun X miliknya, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, yang dijadwalkan akan berkunjung ke Israel pada pekan ini, mendesak Israel untuk “semaksimal mungkin meringankan penderitaan warga sipil.” Dia juga menyebut bahwa serangan Israel ke Rafah akan menjadi sebuah “bencana” kemanusiaan.

Warga berjalan melewati bangunan-bangunan yang rusak di Gaza City pada 10 Februari 2024. Jumlah warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza telah melebihi 28.000 orang, kata Kementerian Kesehatan yang berbasis di Gaza pada Sabtu (10/2). (Xinhua/Mohammed Ali)

Kalangan analis memperingatkan bahwa efek limpahan konflik Israel-Hamas dapat mengakibatkan situasi di Timur Tengah makin memburuk.

Di wilayah perbatasan, bentrokan terjadi antara Israel dan Hizbullah Lebanon sejak Oktober tahun lalu. Selain itu, kelompok Houthi Yaman kerap menyerang kapal-kapal yang terkait dengan Israel dan negara-negara Barat lainnya di Laut Merah, yang kemudian memicu Amerika Serikat (AS) melakukan aksi balasan. Militer AS juga melancarkan serangan udara di Suriah dan Irak sebagai pembalasan atas serangan terhadap pangkalan militernya di Yordania.

Analis politik Palestina Eyad Abu Zanit mengatakan kepada Xinhua bahwa pengumuman pemerintah Israel tentang serangan darat ke Rafah yang menyedot banyak perhatian ini hanyalah “tipuan politik” untuk menekan Hamas dan memaksanya membuat konsesi dalam negosiasi gencatan senjata. Namun, tipuan ini mungkin tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan, mengingat Hamas pada Minggu menegaskan bahwa setiap serangan terhadap Rafah akan langsung menggagalkan negosiasi pertukaran sandera.

Sejumlah analis memperingatkan bahwa serangan besar-besaran Israel terhadap Rafah dapat makin meningkatkan ketegangan hubungannya dengan negara-negara Arab dan membuat situasi keamanan regional makin bergejolak.

Serangan masif Israel ke Rafah dapat memicu sejumlah besar pengungsi Palestina melarikan diri ke Semenanjung Sinai Mesir, yang selalu ditentang keras oleh Mesir. Mesir dilaporkan telah memperkuat pengerahan militernya di Semenanjung Sinai baru-baru ini untuk menjaga keamanan perbatasan.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan