OPEC+ akan tingkatkan ‘output’ minyak pada November 2025
OPEC tingkatkan produksi minyak sebesar 137.000 barel per hari pada November 2025.
Wina, Austria (Xinhua/Indonesia Window) – Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan para mitranya, yang dikenal sebagai OPEC+, pada Ahad (5/10) memutuskan untuk meningkatkan output minyak sebesar 137.000 barel per hari (bph) pada November, setelah melakukan kenaikan serupa pada Oktober.
Keputusan tersebut diumumkan usai pertemuan virtual negara-negara anggota, termasuk Arab Saudi, Rusia, Irak, Uni Emirat Arab, Kuwait, Kazakhstan, Aljazair, dan Oman, ungkap OPEC dalam sebuah pernyataan.
“Mengingat prospek ekonomi global yang stabil dan fundamental pasar yang sehat, sebagaimana tecermin dalam rendahnya persediaan minyak, delapan negara tersebut akan menerapkan peningkatan produksi sebesar 137.000 bph pada November dari pemangkasan sukarela tambahan yang telah diumumkan sebelumnya,” papar OPEC.
Penyesuaian produksi sukarela tambahan kelompok tersebut sebesar 1,65 juta bph pertama kali diterapkan pada April 2023 dan kemudian diperpanjang hingga akhir 2026. OPEC menjelaskan bahwa barel-barel tersebut dapat dikembalikan sebagian atau seluruhnya secara bertahap, bergantung pada kondisi pasar.
Delapan negara itu akan kembali menggelar pertemuan pada 2 November mendatang untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Sejak awal 2023, OPEC tingkat produksi minyak menjadi isu penting di pasar energi global. Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak ini dan mitranya di luar kelompok, yang dikenal sebagai OPEC+, telah berupaya menyeimbangkan pasokan dan harga melalui kebijakan pemangkasan serta penyesuaian produksi sukarela.
Pada April 2023, OPEC+ menerapkan pemangkasan sukarela tambahan sebesar 1,65 juta barel per hari (bph) sebagai langkah untuk menstabilkan harga di tengah ketidakpastian ekonomi global. Namun seiring membaiknya prospek ekonomi dan menurunnya stok minyak di negara-negara konsumen utama seperti Amerika Serikat dan China, kelompok ini mulai meninjau kembali kebijakan pengurangan tersebut.
Laporan: Redaksi

.jpg)








