Banner

Fokus Berita – Kemlu gandeng akademisi kuatkan hubungan RI, negara-negara Pasifik

Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kementerian Luar Negeri RI, Dr Yayan G.H. Mulyana, memberikan sambutan pada pembukaan Focus Group Discussion dengan tema Peran Akademisi dalam Penguatan Hubungan Indonesia dengan negara-negara di Kawasan Pasifik, di Yogyakarta, Selasa (13/6/2023). (Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri/BSKLN)

Negara-negara Pasifik diprediksi dapat pulih dan memiliki potensi ekonomi besar, meskipun mereka menghadapi kendala seperti hutang, inflasi dan dampak konflik Rusia-Ukraina.

 

Yogyakarta (Indonesia Window) – Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) c.q. Pusat Strategi Kebijakan Aspasaf (PSKK Aspasaf), Kementerian Luar Negeri RI menggandeng para akademisi dari berbagai universitas di Tanah Air dalam upaya penguatan hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik.

Dalam siaran persnya yang diterima Indonesia Window, BSKLN menjelaskan badan tersebut telah mengadakan Focus Group Discussion (FGD/diskusi kelompok terpumpun) dengan tema ‘Peran Akademisi dalam Penguatan Hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik; Pacific Elevation’, di Yogyakarta, Selasa.

Diskusi yang dilaksanakan secara hibrida di The Phoenix Hotel Yogyakarta tersebut dibuka secara resmi oleh Kepala BSKLN, Dr. Yayan G.H. Mulyana.

negara-negara Pasifik
Para peserta Focus Group Discussion yang diadakan Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri RI, di Yogyakarta, Selasa (13/6/2023) mendengarkan pandangan seorang peserta FGD dengan tema Peran Akademisi dalam Penguatan Hubungan Indonesia dan negara-negara di kawasan Pasifik. (Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri/BSKLN)

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Tjitjik Srie Tjahjandarie, Plt. Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek, juga berkesempatan memberikan sambutan dengan menekankan dukungan pemerintah atas kontribusi akademisi dalam meningkatkan hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik tersebut.

Hadir sebagai narasumber dalam FGD tersebut adalah para akademisi dari berbagai wilayah seperti Prof. H. Darwis, MA., PhD, Ketua Pusat Studi Pasifik Selatan, Universitas Hasanuddin; Dr. Melyana Ratana Pugu M.Si, Ketua Pusat Studi Indo-Pasifik Universitas Cendrawasih, Jayapura; Dr. Arlinah, Ketua Pusat Studi Melanesia Universitas Khairun, Maluku Utara, dan Dr. Djaka Marwasta S.Si., M.Si, Kepala Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. FGD yang dipandu oleh Indah Mekawati, Diplomat Ahli Madya Kementerian Luar Negeri dihadiri para akademisi dari berbagai universitas dan pusat-pusat kajian.

Dalam sambutannya, Dr. Yayan G.H. Mulyana, menegaskan bahwa FGD ini merupakan kick off (awal) dari program melembagakan keterlibatan akademisi dalam penyusunan dan implementasi dari Kebijakan Pacific Elevation.

Dalam kaitan hubungannya dengan negara-negara di kawasan Pasifik, disampaikan bahwa sejarah mencatat sejak zaman kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno telah menyadari nilai strategis Indonesia sebagai negara Pasifik.

Pandangan geopolitik tersebut diejawantahkan dalam berbagai hubungan dan kerjasama Indonesia dengan negara – negara di kawasan Pasifik.

Sementara itu, Tjitjik menyampaikan pentingnya kolaborasi akademisi dengan dunia swasta, baik di dalam maupun luar negeri sebagai salah satu alasan transformasi Pendidikan Tinggi tahun 2020 dalam upaya membangun link and match dunia pendidikan dengan dunia usaha dan industri, termasuk mereka yang berada di kawasan Pasifik.

Dalam paparannya, Dr. Djaka Marwasta menilai bahwa saat ini kajian Pasifik dan keahlian terkait kawasan tersebut bagi ilmuwan Indonesia masih cukup rendah.

Di samping itu, isu-isu strategis seperti perubahan dan pendanaan lingkungan, masyarakat adat, pelestarian ekosistem maritim, dan potensi pariwisata, belum menjadi perhatian di tingkat pendidikan tinggi.

Sejauh ini, menurut dia, kajian Pasifik jarang menjadi bahan pengajaran di universitas di Indonesia.

Terkait dengan peran akademisi, ditegaskan oleh Dr Arlinah bahwa dengan pengetahuan, jaringan, independensi berpikir, kemampuan analisis ilmiah, dan peran sebagai pendidik, maka akademisi memiliki peluang yang besar dalam implementasi pendekatan people to people contact.

Peran mereka dalam menganalisis, merancang, dan melaksanakan kegiatan yang ditujukan untuk memperkuat hubungan antarindividu dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam diplomasi antarnegara dan mempromosikan pemahaman lintas budaya serta kerja sama yang lebih baik.

Dalam kesempatan tersebut, Melyana memberikan catatan mengenai kurangnya dukungan dari kementerian dan lembaga terkait untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan diplomasi publik di kawasan Pasifik.

“Pemerintah, baik pusat maupun daerah, belum sepenuhnya melibatkan akademisi dalam berbagai aktivitas diplomasi dan kajian-kajian terkait pasifik,” katanya, seraya menambahkan, rasa percaya diri untuk menjadikan Papua sebagai hub ke kawasan Pasifik perlu dibangun.

Sebagai pembicara terakhir, Prof Darwis, menyimpulkan bahwa Pasifik Selatan memiliki posisi penting bagi Indonesia secara geopolitik dan geoekonomi.

Meskipun menghadapi kendala seperti hutang, inflasi dan dampak konflik Rusia-Ukraina, negara-negara Pasifik diprediksi dapat pulih dan memiliki potensi ekonomi besar.

Dalam hal ini, menurut dia, akademisi Indonesia dan negara-negara kawasan Pasifik dapat memaksimalkan potensi ekonomi kedua pihak melalui penguatan komunitas epistemik yang kontributif secara ekonomi.

Dalam sambutan penutup, M. Takdir SH, Kapus SKK Aspasaf menegaskan bahwa dunia akademisi harus mendapat tempat dalam pengambilan kebijakan di Kementerian Luar Negeri.

“Sejauh ini, pelibatan para akademisi telah banyak dilakukan, khususnya dalam berbagai kajian yang dilakukan oleh BSKLN. Para akademisi dinilai mampu menumbuhkan lokalitas kebijakan luar negeri sehingga dapat diimplementasikan secara optimal,” ujarnya.

Secara umum, para peserta diskusi kelompok tersebut melihat bahwa soft diplomacy melalui jalur pendidikan sangat strategis. Dalam hal ini, tawaran beasiswa bagi mahasiswa asal negara-negara Pasifik sangat dibutuhkan.

Pemberian kesempatan bagi para mahasiswa asal negara-negara Pasifik serta kolaborasi penelitian menjadi salah satu langkah yang efektif untuk meningkatkan eksistensi Indonesia di berbagai negara tersebut.

Para peserta sepakat perlunya kolaborasi, termasuk pembentukan komunitas akademisi seluruh Indonesia, yang dimulai oleh peserta diskusi kelompok tersebut terkait dengan isu Pasifik guna memberikan kontribusi konkret dan berkelanjutan Indonesia bagi kawasan Pasifik.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Banner

Iklan