Fokus Berita – Tahun ajaran baru dimulai, masyarakat AS desak pemerintah perangi kekerasan senjata api

Anak-anak meletakkan bunga di sebuah lapangan di Uvalde, Texas, Amerika Serikat, pada 24 Mei 2023, sebagai rasa berkabung atas tewasnya para korban penembakan massal di sekolah. (Xinhua/Wu Xiaoling)

Momok kekerasan senjata api kembali menghantui masyarakat AS, dengan data dan peristiwa yang terjadi belakangan ini menyoroti krisis yang sedang marak tersebut, dan beberapa kota serta organisasi meluncurkan berbagai upaya baru untuk mengatasi masalah ini.

 

Sacramento, AS (Xinhua/Indonesia Window) – Di saat para siswa di seluruh Amerika Serikat (AS) kembali ke sekolah untuk memasuki tahun ajaran baru, momok kekerasan senjata api juga kembali menghantui masyarakat AS, dengan data dan peristiwa yang terjadi belakangan ini menyoroti krisis yang sedang marak tersebut, dan beberapa kota serta organisasi meluncurkan berbagai upaya baru untuk mengatasi masalah ini.

Di Indianapolis, Negara Bagian Indiana, lebih dari 100 warga berpartisipasi dalam kegiatan gerak jalan damai (peace walk) pada Sabtu (24/8) untuk meningkatkan kesadaran tentang kekerasan senjata api di kalangan remaja. Acara yang berlangsung di sisi timur jauh Indianapolis ini menandai peringatan lima tahun pembunuhan tragis dua remaja yang ditembak dan dibunuh oleh tersangka, yang juga masih remaja, pada 2019 lalu.

“Anak-anak kami sedang terluka,” kata Antonia Bailey, ibu dari kakak beradik yang menjadi korban penembakan tersebut, kepada The Indianapolis Star. “Mereka dibesarkan oleh orang tua yang juga sedang terluka dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.”

Aksi gerak jalan damai ini dilakukan saat angka pembunuhan remaja di Indianapolis terus meningkat. Menurut data dari Departemen Kepolisian Metropolitan Indianapolis, sepanjang 2023, mereka menyelidiki 25 kasus pembunuhan yang melibatkan remaja berusia 17 tahun atau kurang, dengan kasus-kasus tambahan yang ditangani oleh departemen-departemen kepolisian di sekitarnya.

Sementara itu, di Seattle, Negara Bagian Washington, para pejabat kota dan distrik sekolah mengumumkan investasi gabungan sebesar 14,5 juta dolar AS untuk melindungi kaum muda dari kekerasan senjata api. Pendanaan tersebut, yang diumumkan pekan lalu, bertujuan untuk menerapkan langkah-langkah keamanan sebelum dimulainya tahun ajaran baru pada 4 September nanti.

Pengawas Sekolah Umum Seattle Brent Jones menguraikan beberapa perbaikan yang direncanakan, termasuk pemasangan kamera pengawas baru, rambu-rambu tambahan, dan pagar, serta penerapan langkah-langkah pengendalian akses. Distrik ini juga melipatgandakan jumlah staf spesialis keamanan di sekolah-sekolah utama dan menciptakan posisi baru yang disebut “direktur eksekutif keselamatan siswa dan masyarakat.”

Investasi tersebut diluncurkan menyusul tragedi-tragedi yang terjadi belakangan ini, termasuk insiden penembakan yang menewaskan seorang siswa berusia 17 tahun di tempat parkir sebuah sekolah pada Juni lalu dan penembakan fatal terhadap seorang siswa sekolah menengah atas berusia 17 tahun pada 2022. Meskipun ada kekurangan anggaran yang signifikan, jajaran pemimpin kota dan distrik menekankan pentingnya investasi bagi keselamatan sekolah.

Urgensi untuk mengatasi masalah kekerasan senjata di kalangan anak muda AS juga ditegaskan oleh data-data nasional belakangan ini.

Menurut analisis dari Everytown for Gun Safety, kekerasan dengan senjata api di sekolah meningkat 31 persen pada tahun lalu. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, senjata api telah menjadi penyebab utama kematian anak-anak berusia 1 hingga 17 tahun di AS, melampaui penyebab lain, seperti kecelakaan lalu lintas dan kanker.

Orang-orang menunjukkan foto para korban kekerasan senjata api dalam sebuah aksi unjuk rasa menuju Capitol di Washington DC, Amerika Serikat, pada 17 April 2023, yang digelar untuk menyerukan larangan senjata serbu. (Xinhua/Aaron Schwartz)

Dampak kekerasan senjata api khususnya paling parah dihadapi oleh kalangan anak-anak kulit hitam. Mengutip data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, Giffords Law Center melaporkan bahwa kekerasan senjata api telah menjadi penyebab utama kematian anak-anak kulit hitam sejak 2006. Pada 2022, anak-anak kulit hitam 18 kali lebih berisiko terbunuh dalam kekerasan senjata api dibandingkan anak-anak kulit putih.

Penyebaran senjata api di kalangan masyarakat AS terus menjadi bahan perdebatan dan penelitian. Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan di dalam Journal of the American Medical Association meneliti hubungan antara dimulainya musim berburu rusa dan terjadinya insiden penembakan di daerah-daerah pedesaan di AS.

Penelitian itu menemukan adanya hubungan antara pekan pertama musim berburu rusa dengan peningkatan yang signifikan dalam jumlah insiden penembakan dibandingkan pekan sebelumnya. Para peneliti menyimpulkan bahwa temuan mereka “selaras dengan sejumlah penelitian yang menunjukkan prevalensi senjata api memiliki keterkaitan dengan peningkatan risiko kekerasan senjata api.”

Di saat krisis kekerasan senjata api terus berkepanjangan, beberapa advokat menyerukan pendekatan yang lebih komprehensif untuk mengatasi masalah ini.

Di Tennessee, di mana para guru diperbolehkan membawa senjata api di sekolah, beberapa orang tua menyatakan keprihatinannya tentang keberadaan senjata api di lingkungan sekolah, terlepas dari siapa yang membawanya.

Rebekah Schuler, seorang remaja berusia 18 tahun yang juga penyintas insiden penembakan di sekolah di Michigan, kini menjadi sukarelawan untuk Students Demand Action. Gerakan tersebut mengadvokasi undang-undang yang mewajibkan pemeriksaan latar belakang bagi calon pembeli pistol, penyimpanan senjata api yang aman, dan sejumlah langkah lain untuk menjaga anak-anak tetap terlindungi.

“Kita sudah terlalu lama menganggap krisis ini normal, dan seharusnya tidak boleh dibiarkan terus seperti ini,” kata Schuler kepada surat kabar USA Today.

*1 dolar AS = 15.476 rupiah

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan