Jakarta (Indonesia Window) – Minyak menguat pada akhir perdagangan Selasa (4/1) atau Rabu pagi (WIB), dengan patokan global minyak mentah Brent melonjak menjadi 80 dolar AS per barel, tertinggi sejak November, karena OPEC+ sepakat tetap dengan rencana kenaikannya untuk Februari berdasarkan indikasi bahwa varian virus corona Omicron hanya akan berdampak ringan pada permintaan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret terangkat 1,02 dolar AS atau 1,3 persen, menjadi menetap di 80 dolar AS per barel, hampir kembali ke level pada 26 November ketika laporan varian baru pertama kali muncul, memicu penurunan harga lebih dari 10 persen pada hari itu.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman bertambah 91 sen atau 1,2 persen, menjadi ditutup pada 76,99 dolar AS per barel.
“Pasar minyak bullish hari ini sebagai akibat dari optimisme yang bersumber dari pertemuan bulanan OPEC+ hari ini, yang membantu harga minyak diperdagangkan lebih tinggi,” kata kepala pasar minyak Rystad Energy, Bjornar Tonhaugen.
OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, setuju untuk tetap pada rencana peningkatan produksi minyak sebesar 400.000 barel per hari (bph) pada Februari.
Keputusan ini mencerminkan meredanya kekhawatiran atas surplus besar pada kuartal pertama, serta keinginan untuk memberikan panduan yang konsisten ke pasar.
Stok minyak mentah di Amerika Serikat, konsumen utama dunia, diperkirakan turun selama enam pekan berturut-turut, analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan menjelang data industri pekanan yang akan dirilis pada pukul 21.30 GMT, diikuti oleh laporan pemerintah pada Rabu waktu setempat.
Gedung Putih menyambut baik keputusan OPEC+ untuk melanjutkan peningkatan produksi yang akan membantu memfasilitasi pemulihan ekonomi, kata seorang juru bicara.
“Tampaknya pasar bertaruh bahwa Omicron adalah awal dari akhir COVID-19,” kata Scott Shelton, spesialis energi di United ICAP.
Di Inggris, orang yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 umumnya menunjukkan gejala yang tidak terlalu parah daripada sebelumnya.
Sementara di Prancis, menteri keuangan mengatakan beberapa sektor sedang terganggu oleh lonjakan varian Omicron yang menyebar cepat, tetapi tidak ada risiko “melumpuhkan” ekonomi dan terjebak pada perkiraan pertumbuhan PDB 4,0 persen pada tahun 2022.
Aktivitas manufaktur global tetap kuat pada Desember, menunjukkan dampak Omicron pada produksi telah berkurang.
Namun, analis memperingatkan OPEC+ mungkin harus mengubah taktik jika ketegangan antara Barat dan Rusia atas Ukraina berkobar dan memukul pasokan bahan bakar, atau jika pembicaraan nuklir Iran dengan kekuatan besar membuat kemajuan, yang akan mengarah pada diakhirinya sanksi minyak terhadap Teheran.
“Kami pikir dua peristiwa ini mewakili wildcard utama yang dapat dengan cepat mengubah lintasan harga dan menguji mekanisme respons cepat OPEC,” kata analis RBC dalam sebuah catatan.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan pembicaraan dengan Iran telah menunjukkan kemajuan moderat dan bahwa Amerika Serikat berharap untuk melanjutkannya pekan ini.
Produksi Libya kemungkinan sekitar 500.000-600.000 barel per hari lebih rendah dalam beberapa pekan mendatang, lebih dari mengimbangi rencana peningkatan bulanan dalam produksi OPEC+, kata kepala ekonom komoditas di Capital Economics, Caroline Bain.
Perusahaan minyak milik negara Libya mengatakan pada Sabtu (1/1) bahwa produksi minyak akan berkurang 200.000 barel per hari selama sepekan karena pemeliharaan pada pipa utama, menambah gangguan dua pekan lalu setelah milisi memblokir operasi di ladang minyak Sharara dan Wafa.
Namun, Bain mengatakan Capital Economics tetap berpandangan bahwa OPEC+ terus meningkatkan produksi dalam beberapa bulan mendatang dan pertumbuhan permintaan normal, harga minyak akan berada di bawah tekanan.
Capital Economics memperkirakan pada akhir tahun 2022 minyak mentah Brent hanya 60 dolar AS per barel.
Laporan: Redaksi