Minyak mentah Brent untuk pengiriman Mei turun 3,32 dolar AS atau 4,11 persen dan ditutup di angka 77,45 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
New York City, AS (Xinhua) – Harga minyak pada Selasa (14/3) anjlok di saat kolapsnya bank-bank Amerika Serikat (AS) dan angka inflasi yang masih tinggi menimbulkan kekhawatiran tentang risiko resesi.
West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April melemah 3,47 dolar AS atau 4,64 persen menjadi 71,33 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman Mei turun 3,32 dolar AS atau 4,11 persen dan ditutup di angka 77,45 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Baik WTI maupun Brent mencatat penutupan terendah untuk kontrak front-month sejak 9 Desember, menurut Data Pasar Dow Jones.
Pada Senin (13/3), harga acuan minyak mentah AS merosot 2,45 persen, sementara minyak mentah Brent turun 2,43 persen.
Harga minyak melemah di saat para pedagang khawatir bahwa masalah bank-bank regional AS dapat berdampak negatif terhadap permintaan minyak.
“Pasar minyak bergerak seolah-olah resesi tidak dapat dihindari atau paling tidak kita menyaksikan deleveraging yang serius dari kontrak-kontrak minyak,” ujar Phil Flynn, analis senior dari The PRICE Futures Group, dalam sebuah catatan pada Selasa.
“Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dan kekhawatiran hal serupa bakal menyebar masih terus berlanjut bahkan ketika saham-saham mulai stabil,” katanya.
Regulator AS menutup SVB California pada Jumat (10/3), setelah pemberi pinjaman yang berfokus pada teknologi itu melaporkan kerugian besar dari penjualan sekuritas, yang memicu penarikan simpanan bank secara besar-besaran.
Kolapsnya SVB merupakan kegagalan perbankan terbesar sejak kejatuhan asosiasi simpan pinjam AS Washington Mutual pada 2008, dan dengan cepat diikuti oleh penutupan pemberi pinjaman sektor kripto Signature Bank pada Ahad (12/3).
Kolapsnya SVB dan Signature Bank memunculkan kekhawatiran tentang potensi kerugian pada kepemilikan obligasi bank-bank AS lainnya, yang banyak di antaranya berinvestasi besar-besaran di Treasuries yang berjangka panjang setelah arus masuk simpanan selama pandemi. Nilai sekuritas tersebut anjlok saat bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga.
Selain itu, pasar minyak juga dibebani oleh laporan inflasi AS.
Indeks harga konsumen (IHK) AS naik 0,4 persen pada Februari, menempatkan level tahunan di angka 6 persen, demikian dilaporkan oleh Departemen Tenaga Kerja AS pada Selasa. Angka-angka tersebut sejalan dengan ekspektasi pasar.
IHK inti, yang tidak mencakup pangan dan energi, naik 0,5 persen pada Februari, di atas konsensus 0,4 persen, dengan kenaikan tahunan mencapai 5,5 persen.
Laporan tersebut masih menunjukkan inflasi yang persisten, yang kemungkinan mengindikasikan bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pekan depan terlepas dari kekhawatiran perbankan yang ada saat ini, kata para pakar.
Para pelaku pasar juga menantikan data terkait persediaan bahan bakar AS karena Administrasi Informasi Energi (Energy Information Administration/EIA) AS akan merilis laporan mingguannya terkait status minyak bumi pada Rabu (15/3). Para analis yang disurvei oleh The Wall Street Journal memperkirakan bahwa laporan tersebut akan menunjukkan kenaikan 100.000 barel dalam stok minyak mentah AS untuk pekan yang berakhir pada 10 Maret.
*1 dolar AS = 15.380 rupiah
Laporan: Redaksi