Banner

Laporan PBB: Sekitar 16 juta warga Afghanistan akan alami krisis dan tingkat kerawanan pangan darurat

Foto yang diabadikan pada 20 April 2024 ini memperlihatkan anak-anak berjalan di sebuah jalan berlumpur di Kabul, ibu kota Afghanistan. (Xinhua/Saifurahman Safi)

Mayoritas populasi Afghanistan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti perawatan kesehatan, makanan, penghidupan, dan tempat tinggal.

 

Kabul, Afghanistan (Xinhua) – Sebanyak 15,8 juta orang di Afghanistan yang dilanda perang diperkirakan akan mengalami krisis dan tingkat kerawanan pangan darurat pada 2024, demikian disebutkan dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dirilis pada Kamis (18/4).

Menurut Laporan Hasil Tahunan Afghanistan PBB 2023, mayoritas populasi Afghanistan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti perawatan kesehatan, makanan, penghidupan, dan tempat tinggal.

“Ketika tahun 2023 dimulai, keluarga-keluarga di seluruh Afghanistan masih kesulitan untuk memberi makan anak-anak mereka. Sembilan dari 10 orang tidak mengonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup, yang biayanya membutuhkan 89 persen dari pendapatan rumah tangga,” kata laporan itu.

Mayoritas populasi Afghanistan
Anak-anak Afghanistan mengambil air di Kabul, ibu kota Afghanistan, pada 8 Februari 2024. Perubahan iklim dan kekeringan yang sering terjadi selama bertahun-tahun telah mengakibatkan 21 juta warga Afghanistan, hampir separuh dari populasi di negara tersebut, kesulitan mendapatkan akses air minum, kata Wakil Kepala Badan Program Lingkungan Nasional (National Environment Program Agency/NEPA) Abdul Salam Haqqani. Afghanistan dilanda kekeringan selama bertahun-tahun, yang memicu resesi air bawah tanah termasuk di ibu kota negara tersebut Kabul, dengan sebagian besar dari sekitar 6 juta penduduk kota itu menghadapi kelangkaan air ekstrem. (Xinhua/Saifurahman Safi)

Menurut Indeks Kelaparan Global 2023, Afghanistan berada di peringkat ke-114 di antara 125 negara yang memiliki data yang cukup untuk menghitung skor indeks.

Banner

Afghanistan yang dilanda perang, dengan populasi sekitar 40 juta jiwa, telah menghadapi kemiskinan dan kesulitan ekonomi sejak penarikan pasukan pimpinan Amerika Serikat pada Agustus 2021 lalu.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan