Jakarta (Indonesia Window) – Kutub Utara memanas hingga tiga kali lebih cepat dari bagian Bumi lainnya, memberikan tekanan yang meningkat pada lapisan es Greenland dan mata pencaharian di wilayah ini, kata sekelompok ilmuwan pada Kamis (14/10).
Greenland telah kehilangan lebih banyak es daripada yang terbekukan setiap tahun sejak akhir 1990-an. Namun, pencairan es belum merata di seluruh pulau terbesar di dunia tersebut, dengan pantai barat yang paling parah mengalami kondisi ini.
Pencairan permukaan lapisan es Greenland yang diamati dan hilangnya massa gletser akibat percepatan efek perubahan iklim telah menjadi salah satu kontributor terbesar kenaikan permukaan laut sejak tahun 2000, kata para peneliti.
“Lapisan es di sekitar Greenland berubah. Lebih tipis, pecah lebih awal, dan lebih sering terbuka,” kata Ruth Mottram, ilmuwan iklim di Institut Meteorologi Denmark, pada acara online, Kamis.
“Eksperimen kami juga menunjukkan bahwa lapisan es sangat sensitif terhadap jalur emisi saat ini. Semakin rendah emisi, semakin sedikit pemanasan dan semakin sedikit pencairan es yang kami lihat dalam simulasi kami,” katanya.
Menjaga pemanasan global hingga 1,5 derajat benar-benar dapat “membuat perbedaan”, tambahnya, mengacu pada target utama kesepakatan iklim Paris (Paris Agreement) 2015.
Para ahli percaya bahwa lapisan es Greenland lebih mungkin untuk tetap stabil jika target Paris terpenuhi, meskipun masih belum pasti bagaimana lautan berkontribusi pada mundurnya gletser di daerah rapuh di Bumi ini.
Bahkan di bawah skenario emisi rendah, permukaan laut masih bisa naik hingga 30 sentimeter pada tahun 2100, dengan dampak yang parah bagi masyarakat di zona pesisir.
Sebagai tanda perubahan iklim yang tak terbantahkan, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, bahkan hujan turun di titik tertinggi Greenland pada musim panas ini, yakni di Stasiun Puncak National Science Foundation, yang terletak 3.126 meter di atas permukaan laut.
Suhu telah meningkat di Greenland rata-rata dua derajat setahun. Tetapi, menurut Jason Eric Box, seorang profesor dari Survei Geologi Denmark dan Greenland, wilayah Denmark dapat menghadapi kenaikan lima derajat dalam pemanasan musim panas, bahkan jika kesepakatan Paris berhasil.
“Semakin banyak emisi dibatasi, semakin lambat es akan hilang sehingga kita bisa mengulur waktu,” kata Box.
“Banyak tekanan harus dirasakan di COP26, di mana semoga perjanjian internasional memiliki penegakan hukum agar kebijakan memiliki efek nyata di masa depan,” tambahnya, merujuk pada KTT iklim global di Skotlandia pada 31 Oktober-12 Novemer 2021.
Tantangannya “secara politis rumit”, katanya, karena pencairan lapisan es semakin cepat sekarang, sementara manfaat dari kebijakan yang akan datang hanya akan terasa beberapa dekade dari hari ini.
Berdasarkan tren saat ini, Arktik (Kutub Utara) akan bebas es di musim panas pada tahun 2050.
Komisi Eropa pekan ini menyerukan moratorium eksplorasi minyak dan gas di wilayah Arktik, sebagai bagian dari strategi Arktik yang diperbarui.
Awal tahun ini, Pemerintah Greenland, Naalakkersuisut, menangguhkan semua eksplorasi minyak dan gas baru.
“Langkah ini diambil demi alam kita, demi perikanan kita, demi industri pariwisata kita, dan untuk memfokuskan bisnis kita pada potensi yang berkelanjutan,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Sebuah studi baru-baru ini memperkirakan bahwa ada 2,4 miliar barel minyak yang tersedia di lepas pantai barat Greenland.
Pemerintah sayap kiri baru Norwegia, sementara itu, mengumumkan pekan ini bahwa mereka akan terus mencari minyak dan gas, mengeluarkan izin pengeboran baru dalam empat tahun ke depan.
Sumber: euoberserver
Laporan: Redaksi