Kerawanan pangan di Ethiopia akibat gabungan kekeringan, konflik, dan harga makanan yang meningkat berdampak pada sekitar 22,6 juta jiwa di negara Tanduk Afrika tersebut, menyebabkan mereka kehilangan mata pencaharian, mengalami malanutrisi, dan ratusan ribu anak putus sekolah.
Addis Ababa, Ethiopia (Xinhua) – Sekitar 22,6 juta orang di Ethiopia mengalami kerawanan pangan akibat gabungan kekeringan, konflik, dan harga makanan yang meningkat, demikian diperingatkan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/UNOCHA).
Dalam pembaruan situasi terkininya yang dirilis pada Kamis (2/2) malam, UNOCHA menyampaikan bahwa 11,8 juta orang diperkirakan mengalami kerawanan pangan di daerah-daerah yang dilanda kekeringan di Ethiopia yaitu Afar, Somali, Oromia, serta wilayah Southern Nations, Nationalities, and Peoples (SNNP) dan kota administrasi Dire Dawa.
Badan itu juga memperingatkan tentang memburuknya kerawanan pangan di kalangan para pengungsi di seluruh negara tersebut.
UNOCHA mengatakan bahwa sejak pertengahan November 2022, PBB dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional telah menyalurkan bantuan pangan sekitar 114.000 metrik ton (MT) ke wilayah Tigray yang terdampak konflik per 24 Januari. Hingga 23 Januari, para mitra membantu 16,3 juta orang di lokasi-lokasi yang ditargetkan di seluruh Ethiopia, sekaligus merampungkan distribusi pangan putaran pertama. Diperkirakan 15,5 juta orang telah menerima bantuan pangan pada putaran kedua, dan hampir 8,1 juta orang pada putaran ketiga, yang dimulai pada 2022.
Selain itu, respons kemanusiaan di Ethiopia telah ditingkatkan dengan pembukaan koridor-koridor tambahan dan beberapa daerah yang sulit dijangkau menjadi lebih mudah diakses.
Namun, UNOCHA menuturkan bahwa beberapa daerah tertentu di negara tersebut menghadapi wabah penyakit termasuk kolera, malaria, dan campak, dengan para mitra saat ini sedang mengambil tindakan pencegahan dan pengobatan.
UNOCHA memaparkan bahwa situasi kekeringan menyebabkan banyak warga yang rentan kehilangan mata pencaharian mereka, meningkatkan risiko kesehatan jika mereka belum terdampak malanutrisi, dan menyebabkan ratusan ribu anak putus sekolah, sementara kerawanan dan konflik di bagian barat negara itu terus menyebabkan lebih banyak orang mengungsi.
Laporan: Redaksi