Banner

Kejahatan seksual termasuk perbuatan super mala per se – sangat jahat dan tercela – yang dikutuk masyarakat nasional maupun internasional.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Kekerasan seksual bukan sekadar tindak pidana biasa.

Menurut ahli pidana dari Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), Dr. Beniharmoni Harefa, perbuatan tersebut masuk dalam kategori Graviora Delicta alias kejahatan paling serius.

Pernyataan itu disampaikan Dr. Beni saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang praperadilan kasus kekerasan seksual di Kementerian Koperasi dan UKM, Kamis (30/8).

Dia menguarikan lima alasan kekerasan seksual tidak bisa dipandang sebelah mata, yakni dampak kejahatan seksual terhadap korban sangat luas dan bisa menghantui seumur hidup.

Banner

Kejahatan seksual, lanjutnya, termasuk perbuatan super mala per se – sangat jahat dan tercela – yang dikutuk masyarakat nasional maupun internasional.

Karenanya, ada lembaga khusus yang dibentuk untuk mengawalnya. Di Indonesia ada Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan lainnya.

Di tingkat dunia, kampanye melawan kejahatan seksual diatur dalam konvensi internasional.

Sementara di Tanah Air, ada undang-undang khusus tentang kejahatan tersebut, seperti UU Perlindungan Anak.

“Karena lima parameter ini, kekerasan seksual seharusnya tidak bisa diselesaikan dengan restorative justice. Kalau penyidikan dihentikan, maka bisa diuji lewat praperadilan,” tegas Beni.

Sementara itu, ahli pidana FH Universitas Indonesia, Dr. Flora Dianti, juga menegaskan bahwa praperadilan yang sudah diputus sebelumnya bisa dibuka kembali. Alasannya, praperadilan hanya menilai aspek formil – apakah ada dua alat bukti sah –, bukan masuk ke materi perkara.

Banner

“Kalau ada bukti baru, penyidik tetap punya kewenangan menetapkan tersangka lagi. Jadi alasan ‘tidak cukup bukti’ untuk menghentikan penyidikan itu lemah,” ujarnya.

Flora menambahkan, penyidik wajib mengumpulkan bukti saksi, surat, keterangan ahli, hingga petunjuk sebagaimana diatur dalam KUHAP. Menghentikan kasus hanya demi ‘kepastian hukum’ dianggap tidak tepat.

Kasus kekerasan seksual bukan cuma soal hukum, tapi soal keadilan korban. Label sebagai kejahatan paling serius menunjukkan bahwa negara wajib berdiri di sisi korban, bukan justru membiarkan kasus berhenti di tengah jalan.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan