Keharaman khamr sebagai barang yang dijualbelikan ditegaskan dengan firman Allah ﷻdalam Surat Al-Baqarah ayat 219.
Dalam hukum Islam, tidak semua barang halal atau boleh diperdagangkan.
“Jenis-jenis barang yang diharamkan dalam jual-beli antara lain adalah khamr (minuman keras/miras),” kata Ust. Ahmad Suryana dalam kajian ilmiah yang digelar di Masjid Alumni IPB, Bogor, Ahad (28/1).
Orang yang minum khamr diibaratkan orang yang kemasukan setan, imbuhnya dalam kajian bertajuk ‘Jenis-jenis Keharaman Muamalah’ yang diselenggarakan oleh Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Korwil Bogor.
Ust. Ahmad menerangkan bahwa keharaman khamr sebagai barang yang dijualbelikan sesuai dengan firman Allah ﷻdalam Surat Al-Baqarah ayat 219 yang artinya: ‘Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ‘Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya’. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan’. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.
Sementara adalam Surat Al-Baqarah ayat 275, Allah ﷻ melarang riba: ‘Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kesurupan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah di perolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.’
Ustadz lebih lanjut menjelaskan bahwa khamr dan riba itu sama-sama bahaya. “Khamr bahaya karena objeknya (zatnya), sementara riba diharamkan karena cara jual-belinya,” ucapnya.
Menurutnya, jual-beli riba haram bagi si pelakunya saja. Contohnya adalah bila seseorang menyimpan uang di sebuah bank dalam bentuk deposito yang berbunga. Dalam kegiatan penyimpanan seperti itu yang terkena riba (keharaman) hanyalah orang itu sendiri.
Contoh yang lain adalah yaitu dana riba yang diberikan kepada orang lain. Dalam kasus ini, si penerima dana tersebut tidak terkena keharaman, karena yang terkena keharaman adalah pelaku yang melakukan transaksi di bank dengan cara mendepositokan uangnya.
Ustadz menyebutkan, Nabi ﷺ pernah menerima barang atau dana dari orang Yahudi yang selalu bertransaksi dengan cara yang diharamkan (riba). Hal ini menunjukkan bahwa apa yang diterima oleh Nabi ﷺ tetap menjadi barang yang halal.
Lebih lanjut Ust. Ahmad menjelaskan tentang jual-beli khamr yang hukumnya adalah haram. Namun, barang yang didapatkan dari jual-beli haram seperti kendaraan, rumah dan lain-lain tidak harus dimusnahkan. Si pelaku harus melakukan taubatan nasuha. Ini adalah tobat yang penuh dengan ketulusan, ikhlas, jujur, dan kemurnian dengan alasan hanya karena Allah ﷻ, dan berjanji tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Adapun jual beli berupa benda-benda yang diharamkan termasuk patung dan lukisan makhluk bernyawa, maka barang ini harus dimusnahkan, jelas Ahmad Suryana yang merupakan ustadz pembina KPMI Korwil Bogor.
Menurutnya, saat ini muncul syubhat (keadaan yang samar tentang kehalalan atau keharaman dari sesuatu). Misalnya khamr dianggap miras karena dipahami mengandung alkohol yang berasal dari anggur yang difermentasi.
Dalam dunia perdagangan yang disebut alkohol adalah etanol atau etil alkohol atau metil karbinol dengan rumus kimia C2H5OH.
Etanol (CS1) beracun, sementara methanol (CS2) yang biasanya digunakan untuk miras dan kosmetik tidak bisa diminum atau dimakan.
Miras yang terbuat dari alkohol (misalnya singkong yang mengandung gula) yang difermentasi, maupun etanol yang dibuat dari ragi (fermentasi) adalah haram.
Tape singkong atau tape ketan yang beralkohol di bawah 0,5 persen tidak akan memabukkan dan boleh dimakan, kata ustadz, seraya mengingatkan bahwa tape ketan yang sudah berhari-hari dan berair tidak boleh dimakan karena dipastikan kadar alkoholnya sudah mencapai 0,5 persen atau lebih.
Ustadz juga menjelaskan, “Menjual anggur kepada orang yang membuat khamr atau ke pabrik miras tidak diperbolehkan, dan sebaliknya menerima pembelian dari orang yang membuat miras dari kebun anggur tidak boleh karena akan ada proses pembuatan miras.”
Namun demikian, parfum yang mengandung alkohol boleh diperjualbelikan karena senyawa ini dihasilkan dari proses petro kimia, dan alkohol jenis ini tidak bisa diminum.
Ustadz menegaskan bahwa segala bentuk perbuatan yang terkait dengan keharaman adalah berdosa.
Allah ﷻ berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 2, artinya: “Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa saling tolong menolong dalam perbuatan maksiat adalah haram.
Laporan: Redaksi