Presiden Prabowo serukan pembangunan ekonomi nasional “berdiri di atas kaki sendiri” hadapi tarif timbal balik AS

Kebijakan tarif timbal balik Amerika Serikat terhadap Indonesia menjadi tantangan bagi perekonomian nasional, sehinga seluruh pemangku kepentingan terkait harus bekerja sama dalam mengatasi dampaknya.
Jakarta (Indonesia Window) – Presiden RI Prabowo Subianto menekankan bahwa meskipun kebijakan tarif timbal balik Amerika Serikat terhadap Indonesia menjadi tantangan bagi perekonomian nasional, seluruh pemangku kepentingan terkait harus bekerja sama dalam mengatasi dampak aturan tersebut.
Hal itu disampaikan oleh kepala negara saat menyampaikan arahan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia dengan tema ‘Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Perang Tarif’, di Jakarta, Selasa.
“Negara-negara ekonomi yang terkuat membuat kebijakan-kebijakan memberi peningkatan tarif yang begitu tinggi kepada banyak negara. Ini bisa dikatakan menimbulkan ketidakpastian dunia. Bertahun-tahun saya sudah ingatkan, mari kita bangun ekonomi kita dengan sasaran berdiri di atas kaki kita sendiri,” tegas Presiden RI.

Dalam sarasehan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa risiko ketidakpastian ekonomi global, yang berasal dari instabilitas geopolitik, proteksionisme negara maju yang memengaruhi rantai pasok dan perdagangan global, serta pengetatan kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi, pada 2025 cenderung tinggi.
Situasi ekonomi global tersebut semakin diperburuk dengan kebijakan tarif resiprokal yang dikeluarkan pemerintah Amerika Serikat terhadap sejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia.
Pasca pengumumam kebijakan tarif itu, pasar keuangan ekonomi global langsung bergejolak, ditandai dengan fluktuasi bursa saham dunia dan pelemahan mata uang emerging markets.
Kebijakan tarif baru AS juga telah mengguncang perdagangan dunia menyusul terganggunya rantai pasok global dan turunnya volume perdagangan internasional, sehingga menekan harga komoditas global seperti minyak mentah. Selanjutnya, terjadi perlambatan ekonomi di kawasan dan dunia yang ditandai dengan penurunan konsumsi global dan penundaan investasi perusahaan.
Namun demikian, Airlangga memastikan bahwa fundamental perekonomian nasional tetap kokoh dan mampu dalam menghadapi ketidakpastian global saat ini.
“Saya sampaikan bahwa DPK (Dana Pihak Ketiga) kita di atas 5 persen dan penyaluran kreditnya di atas 10,42 persen. Kemudian likuiditas perbankan terjaga, loan to deficit ratio-nya sudah juga di angka baik 88,92 persen dan juga kita lihat capital adequacy ratio-nya 27 persen,” papar menko perekonomian, seraya menegaskan, “perbankan kita solid dalam periode saat sekarang”.
Kekuatan fundamental ekonomi Indonesia juga ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang stabil pada level 5 persen (yoy); posisi fiskal yang sehat dengan defisit anggaran dan rasio utang negara yang rendah; inflasi yang terkendali pada Maret 2025 sebesar 1,03 persen (yoy); Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Februari 2025 pada level optimis sebesar 126,4; serta PMI (Purchasing Managers’ Index) Manufaktur pada Maret 2025 yang berada di zona ekspansif sebesar 52,4. Angka-angka ini merupakan bentuk ketahanan perekonomian nasional.
Selain berbagai capaian tersebut, peringkat daya saing Indonesia pada 2024 juga berada di posisi 27 dari 67 negara (World Competitiveness Ranking 2024) yang diukur dari faktor kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, dan efisiensi bisnis.
Selain itu, Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia berada satu tingkat di atas Investment Grade.
Menurut perusahaan survei ekonomi Moody’s, ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga berkat permintaan domestik yang kuat dan komitmen pemerintah dalam menjaga kredibilitas kebijakan moneter dan fiskal.
Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Ekonomi Nasional, sejumlah Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, Perwakilan Kementerian/Lembaga, ekonom, perwakilan serikat pekerja, pelaku usaha, serta analis pasar modal.
Laporan: Redaksi