Kebangkrutan kedai-kedai ramen yang menjual mi Jepang meningkat tajam dalam tujuh bulan pertama tahun ini, mengindikasikan bahwa industri tersebut dapat mencatatkan lebih dari 100 kebangkrutan menjelang akhir tahun ini.
Tokyo, Jepang (Xinhua/Indonesia Window) – Kebangkrutan kedai-kedai ramen yang menjual mi Jepang meningkat tajam dalam tujuh bulan pertama tahun ini, mengindikasikan bahwa industri tersebut dapat mencatatkan lebih dari 100 kebangkrutan menjelang akhir tahun ini, demikian menurut survei terbaru oleh sebuah perusahaan riset kredit.
Total kedai ramen yang gulung tikar dari Januari hingga Juli mencapai 49 kebangkrutan, tertinggi sejak 2014, kata Teikoku Databank Jepang dalam laporannya yang baru dirilis.
Angka tersebut, yang menunjukkan peningkatan secara tahunan hampir dua kali lipat, menimbulkan kekhawatiran di seluruh sektor karena angka kejatuhan bisnis makanan khas Jepang ini secara tahunan yang tertinggi yang pernah tercatat adalah 54 pada 2020 dan 53 pada 2023.
Di balik lonjakan itu terdapat kenaikan biaya bahan-bahan ramen, papar Teikoku Databank. Menurut analisis perusahaan riset tersebut, biaya produksi per mangkuk untuk ramen berbahan dasar tulang babi di Tokyo telah meningkat lebih dari 10 persen sejak Juni 2022.
Peningkatan tersebut didorong oleh melambungnya harga daging babi dan mi serta meningkatnya biaya utilitas.
“Banyak kedai ramen tidak mampu mengatasi percepatan kenaikan harga bahan. Bahkan, warung-warung ramen yang telah menaikkan harga demi mengimbangi biaya mengalami penurunan jumlah pelanggan, sehingga menyebabkan penutupan dan kebangkrutan,” sebut laporan itu.
Menghadapi tekanan biaya yang parah, kejatuhan bisnis kedai-kedai ramen tahunan diperkirakan akan melampaui angka 100 untuk tahun ini, tambah laporan tersebut.
Laporan: Redaksi