Jakarta (Indonesia Window) – Dengan kekayaan alam yang melimpah dan budaya yang beragam, tanah dan air Indonesia adalah harmoni antara masyarakat dengan lingkungannya yang menciptakan konservasi keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
Harmonisasi tersebut sangat tampak di Indonesia sehingga Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Budaya Perserikatan Bangsa Bangsa (UNESCO) memberikan pengakuan atas 16 wilayah di Tanah Air sebagai cagar biosfer dunia.
Dua di antara cagar biosfer tersebut, yakni Togean Tojo Una-Una di Sulawesi Tengah dan Samota (Saleh-Moyo-Tambora) di Nusa Tenggara Barat (NTB) ditetapkan pada Pertemuan the International Co-ordinating Council Man and Biosphere UNESCO (ICC-MAB) ke-31 di Paris, Prancis pada 19 Juni 2019.
Kedua daerah tersebut kini masuk dalam Jaringan Cagar Biosfer Dunia atau World Network of Biosphere Reserves, bersama 701 cagar biosfer di 124 negara.
Empat belas cagar biosfer Indonesia lainnya adalah Cibodas di Jawa Barat (ditetapkan 1977); Lore Lindu di Sulawesi Tengah (1977; Komodo di Nusa Tenggara Timur (1977); Tanjung Puting di Kalimantan Tengah; Siberut di Sumatera Barat (1981); Leuser di Aceh (1981); Giam Siak Kecil Bukit Batu di Riau (2009); Wakatobi di Sulawesi Tenggara (2012); Taka Bonerate Kepulauan Selayar di Sulawesi Selatan (2015); Bromo Tengger Semeru Arjuno di Jawa Timur (2015); Belambangan di Jawa Timur (2016); Berbak Sembilang di Sumatera Selatan (2018); Rinjani Lombok di Nusa Tenggara Barat (2018); dan Betung Kerihun Danau Sentarum Kapuas Hulu di Kalimantan Barat (ditetapkan pada 2018).
Seluruh cagar biosfer tersebut mewakili hampir semua jenis ekosistem, termasuk flora dan fauna endemik, serta fenomena geologi di Indonesia, seperti gunungapi, taman bawah laut dan area transisi antar lingkungan darat dan laut.
Laporan: Redaksi