Banner

Indonesia dapat perlakuan tak adil dari negara tujuan ekspor

Kunjungan Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan ke PT Great Giant Pineapple, Lampung Tengah, pada 3 Maret 2023. (Kementerian Perdagangan RI)

Perlakuan tak adil itu antara lain dikenakan kepada perusahaan penghasil nanas terbesar di dunia, PT Great Giant Pineapple Co. (GGPC) di Kabupaten Lampung Tengah.

 

Banner

Jakarta (Indonesia Window) – Indonesia seringkali mendapat perlakuan tak adil dari negara tujuan ekspor lantaran dikenakan tarif bea masuk yang lebih besar dibandingkan negara lain, kata Menteri Perdagangan RI, Zulkifli Hasan, di Lampung, Jumat (3/3).

Salah satu perusahaan yang mendapat perlakuan tak adil adalah PT Great Giant Pineapple Co. (GGPC) di Kabupaten Lampung Tengah, ungkap Menteri Zulkifli, seraya menambahkan, perusahaan penghasil nanas terbesar di dunia ini mendapat perlakukan tak adil dari sejumlah negara, termasuk Korea Selatan yang mengenakan tarif bea masuk untuk produk pisang sebesar 30 persen, Turki sebesar 58 persen, dan Eropa sebesar 16 persen.

Melihat hal tersebut, mantan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2014-2019 itu menyebut bakal membalas tindakan negara-negara ini, dengan memberlakukan kebijakan serupa, ungkap Kementerian Perdagangan RI dalam pernyataan tertulisnya yang dikutip Indonesia Window pada Ahad.

Banner

Pemerintah tengah mempercepat penyelesaian perundingan Indonesia – European Union Comprehensive Partnership Agreement (IEU CEPA). Zulhas menargetkan, perjanjian tersebut dapat selesai pada pertengahan 2023.

Ditemui terpisah, Direktur Corporate PT Great Giant Pineapple Co. Affair Willy Soegiono meminta pemerintah untuk melibatkan pihak swasta sebelum melakukan perundingan di negara tujuan ekspor.

“Tim perundingan itu diperbaiki daya tempurnya. Kemudian, segera secara aktif melakukan perundingan-perundingan di negara tujuan ekspor. Supaya informasinya lancar, itu sebelum berunding ngundang kita (swasta), diajak, kamu perlunya apa,” katanya.

Banner

Mengaku swasta sudah lama tidak dilibatkan oleh pemerintah dalam hal merumuskan kebijakan, Willy berharap pemerintah dan swasta bisa berkolaborasi untuk menciptakan devisa untuk negara.

“Sekarang ini kan kalau berunding swasta nggak boleh masuk, pemerintah aja. Udah dari dulu. Jadi makanya saya bilang, jangan ada dikotomi pemerintah dan swasta. Saat ini pemerintah dan swasta harus berkolaborasi dalam hal yang positif, kerja keras, bagaimana menciptakan devisa untuk negara. Jangan ada lagi dikotomi pemerintah swasta,” pungkasnya.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan