Banner

Fokus Berita – Indonesia berpacu pulihkan hutan bakau yang menyusut di tengah erosi pesisir

Foto dari udara yang diabadikan menggunakan ‘drone’ pada 13 November 2025 ini menunjukkan hutan bakau, permukiman pesisir, dan tambak ikan di area pesisir Desa Muara di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. (Xinhua/Veri Sanovri)

Hutan bakau Indonesia menyimpan sekitar 3,14 miliar ton karbon dioksida, setara dengan emisi yang dihasilkan oleh 2,5 miliar kendaraan yang dikendarai selama satu tahun. Namun, setidaknya 750.000 hektare mengalami degradasi dan sangat membutuhkan restorasi.

 

Jakarta (Xinhua) — Haryono (55), warga Muara Gembong, sebuah kecamatan di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, menceritakan bagaimana abrasi yang parah telah berulang kali memaksanya untuk memindahkan rumahnya.

Pada 2013, dia kali pertama membangun kembali rumahnya setelah ombak besar merusak area hutan bakau di depan rumahnya. Hanya beberapa tahun kemudian, dia harus kembali memindahkan rumah bambunya karena garis pantai terus mundur.

“Dulu kami sibuk merawat hutan bakau, tidak hanya karena hutan bakau memiliki nilai ekonomi, tetapi juga karena peran konservasinya. Namun, kondisi pesisir pantai sudah rusak akibat abrasi, perluasan tambak ikan, dan penambangan pasir. Hutan bakau di sini telah berkurang lebih dari separuhnya. Anda dapat melihat garis pantai telah berubah,” katanya kepada Xinhua pada Sabtu (15/11).

Hutan bakau berfungsi sebagai penghalang alami terhadap abrasi, gelombang tinggi, dan tsunami, sekaligus berfungsi sebagai penyerap karbon biru efisien yang mampu menyimpan karbon empat hingga lima kali lebih banyak dibandingkan hutan terestrial.

Banner

Muara Gembong pernah dikenal dengan sabuk hutan bakaunya yang membentang sepanjang 25 kilometer di garis pantai utara Jawa. Sebuah studi pada 2019 menemukan bahwa sejak 1976, area tersebut telah kehilangan 55 persen hutan bakaunya.

Secara nasional, kehilangan hutan bakau terjadi di hampir semua daerah. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (RI) memperkirakan Indonesia kini memiliki 3,44 juta hektare hutan bakau, lebih dari 20 persen dari total hutan bakau di dunia, turun dari 4,4 juta hektare pada 1990.

Menurut laporan Bank Dunia yang diterbitkan pada akhir 2023, hutan bakau Indonesia menyimpan sekitar 3,14 miliar ton karbon dioksida, setara dengan emisi yang dihasilkan oleh 2,5 miliar kendaraan yang dikendarai selama satu tahun. Namun, setidaknya 750.000 hektare mengalami degradasi dan sangat membutuhkan restorasi.

Dampaknya juga terlihat jelas di Provinsi Banten. Di Desa Muara, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, ekosistem hutan bakau menyusut dari 500 hektare menjadi 400 hektare dalam tiga dasawarsa terakhir, menurut Supriyatno, pengelola Hutan Bakau Desa Muara. Di area pesisir Tanjung Pasir di dekatnya, cakupan hutan bakau anjlok dari 1.800 hektare menjadi hanya 91 hektare.

“Hutan bakau kita merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Namun, tantangan besar ke depan harus segera diatasi agar hutan bakau kita dapat terus berfungsi sebagai pelindung kehidupan,” ujar Menteri Lingkungan Hidup RI Hanif Faisol Nurofiq dalam sebuah pernyataan yang dimuat di laman situs kementerian tersebut.

Dia mengatakan pemerintah berencana mempercepat rehabilitasi hutan bakau, dengan target restorasi seluas 800.000 hektare secara nasional.

Banner

“Tahun ini, lebih dari 13.000 hektare hutan bakau telah direhabilitasi, dan pemerintah akan terus memperluas program ini,” ujarnya. Dia menekankan rehabilitasi merupakan langkah konkret untuk merespons perubahan iklim dan Indonesia memikul tanggung jawab yang signifikan untuk melindungi ekosistem bagi negara maupun dunia.

Suyadi, peneliti senior di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI, menuturkan rehabilitasi hutan bakau di banyak negara, termasuk Indonesia, menghadapi tingkat kegagalan rata-rata 79 persen akibat degradasi yang terjadi lebih cepat dibandingkan restorasi.

Dia mengatakan upaya restorasi harus mengadopsi sebuah pendekatan yang mengintegrasikan ekosistem, masyarakat, dan bioteknologi, yang mencakup persiapan lahan, propagasi hutan bakau, pengembangan pembibitan, teknik penanaman, pemeliharaan, dan pemantauan.

“Kita membutuhkan pola pikir baru bahwa restorasi hutan bakau bukan hanya sekedar menanam. Ini tentang bagaimana mewujudkan ekosistem hutan bakau yang berkelanjutan,” ujarnya.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan