Hubungan China dan Arab telah terjalin sejak ribuan tahun lalu, dibuktikan dengan huruf-huruf Arab yang terlihat pada karya seni porselen China di masa Dinasti Tang (618-907), lalu berlanjut di masa Dinasti Song (960-1279), Dinasti Yuan (1271-1368), hingga periode Dinasti Ming (1368-1644).
Nanchang, China (Xinhua) – Mahdy Ahmed Saleh, seorang mahasiswa Mesir yang belajar di Universitas Keramik Jingdezhen, terkejut menemukan semakin banyak fitur kampung halamannya yang muncul di Jingdezhen, ‘ibu kota porselen’ tersohor dunia di Provinsi Jiangxi, China timur.
Berbagai produk khas dari negara-negara Arab, seperti kurma, produk susu unta, dan minyak zaitun, dipajang di pasar yang terletak di Taoxichuan Ceramic Art Avenue, sebuah kawasan yang menjadi pusat seni keramik. Lukisan, pahatan, dan keramik karya seniman terkenal dari 22 negara Arab dipamerkan di sebuah museum setempat.
Ratusan tahun yang lalu, smalt, bahan yang digunakan untuk membuat porselen biru dan putih China yang terkenal, diimpor dari negara-negara Arab. Sangat tertarik dengan budaya keramik China, Saleh datang ke Jingdezhen untuk belajar keramik tiga tahun yang lalu.
Untuk Mesir dan negara-negara Arab lainnya, keramik menjadi salah satu identitas China yang paling terkenal, katanya.
Saleh memiliki pengalaman budaya yang luar biasa di kota kecil ini. Guru-gurunya memindahkan kelas praktik mereka ke situs arkeologi, museum, dan bangunan kuno. Di kedua sisi jalan di Jingdezhen, lampu-lampu jalan dihiasi dengan porselen biru dan putih. Di satu jalan saja, bisa ada lima atau enam museum keramik. Berbagai karya seni keramik terlihat di mana-mana, dan hal itu menjadi salah satu hal yang paling disukai Saleh.
Saat ini, proyek penelitian Saleh di Jingdezhen berfokus pada kajian keramik China dari masa Dinasti Tang (618-907) hingga Dinasti Ming (1368-1644).
“Huruf-huruf Arab terlihat pada karya seni porselen China pada masa Dinasti Tang. Dan setelah perkembangan pada masa Dinasti Song (960-1279) dan Dinasti Yuan (1271-1368), huruf-huruf Arab pada porselen China menjadi semakin banyak ditemukan pada masa Dinasti Ming,” kata Saleh. “Ini membuktikan perkembangan hubungan China dengan negara-negara Arab.”
Pria berusia 30 tahun itu mengatakan dirinya berharap dapat tinggal di China setelah lulus, karena pertukaran dan kerja sama antara China dan negara-negara Arab semakin diperkuat.
“Kalau ada kesempatan, saya ingin bekerja di museum atau di jurusan arkeologi,” ujarnya.
Sementara itu di tepi Sungai Nil di kampung halaman Saleh di Kairo, ibu kota Mesir, konstruksi China menempa ikatan baru antara bangsa China dan Arab.
Iconic Tower, sebuah proyek utama yang dibangun bersama oleh China dan Mesir di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra, sedang dibangun di lokasi Kawasan Bisnis Terpadu (Central Business District/CBD) di ibu kota administratif baru Mesir yang terletak sekitar 50 kilometer di sebelah timur Kairo.
Sekelompok anak muda dari China bekerja tanpa lelah di menara setinggi 385,8 meter tersebut, yang diperkirakan akan menjadi gedung pencakar langit tertinggi di Afrika saat rampung dibangun nanti.
Yan Yueping, seorang engineer keselamatan di CSCEC Egypt, anak perusahaan dari China State Construction Engineering Corporation (CSCEC), berjalan di sekitar lokasi konstruksi itu setiap harinya guna memastikan pencapaian progres.
Proyek tersebut telah menciptakan lebih dari 30.000 pekerjaan di Mesir.
“Kami mempelajari bahasa lokal dari rekan-rekan Mesir kami, dan mereka juga belajar bahasa Mandarin dari kami,” tutur Yan, seraya menambahkan bahwa kerja sama China-Mesir telah mendorong pertukaran antara kedua bangsa dan membantu mereka saling memahami dengan lebih baik.
Pada Oktober 2022, empat negara Arab, yaitu Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Mesir, dan Tunisia, telah mengumumkan bahwa bahasa Mandarin telah dimasukkan ke dalam sistem pendidikan nasional mereka. Sebanyak 15 negara Arab telah mendirikan jurusan bahasa Mandarin di universitas-universitas mereka, dan 13 negara telah mendirikan total 20 institut Konfusius serta dua kelas Konfusius independen.
Laporan: Redaksi