Utusan Khusus Presiden perlu dimiliki Indonesia untuk Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (Freedom of Religion or Belief/FORB).
Denpasar (Indonesia Window) – Indonesia sebagai negara demokrasi yang berpenduduk mayoritas Muslim perlu memiliki Utusan Khusus Presiden RI untuk Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (FORB), kata tokoh aktifis HAM, Rafendi Djamin, pada Senin.
Dalam wawancara dengan Indonesia Window di sela Konferensi Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Asia Tenggara (South East Asia Freedom of Religion or Belief/SEAFORB) yang berlangsung pada 7-9 November 2022 di Denpasar, Rafendi Djamin sebagai tokoh aktivis HAM di dalam dan luar negeri mengatakan sekitar 50 negara telah memiliki utusan khusus FORB.
“Saya berpendapat Presiden Jokowi ingin Indonesia memainkan peran global dan belum cukup sebatas memiliki staf khusus yang menangani hal-hal terkait dengan HAM,” katanya.
Konferensi SEAFORB ke-8 yang mengusung tema ‘Challenges for Protection and Remedies for FORB in the Post-pandemic Era’ tersebut telah sukses menghubungkan para korban pelanggaran FORB dengan lembaga-lembaga terkait di level regional dan internasional dan merupakan platform penting untuk memberikan dukungan, penguatan dan kemitraan baru.
Salah satu maksud dan tujuan dari penyelenggaraan Konferensi SEAFORB ke-8 tersebut adalah memberi sumbangan bagi komitmen G-20 mengenai transformasi digital guna memulihkan ekonomi-sosial global dari perspektif promosi dan proteksi FORB.
Menurut Rafendi, melihat kondisi lingkungan di kawasan dan internasional yang sesuai dengan perkembangan dewasa ini, Indonesia perlu memiliki utusan khusus tersebut yang menangani FORB.
Sejauh ini di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo tercatat beberapa tokoh sebagai Utusan Khusus Presiden antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) RI Luhut Binsar Panjaitan yang bertindak selaku Utusan Khusus Presiden RI dan Koordinator Kerja Sama dengan China.
Selain itu ada Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban Syafiq A. Mughni yang menggantikan Din Syamsuddin yang mengundurkan diri.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia pernah memiliki Utusan Khusus Presiden RI Prof. Rahmat Witoelar untuk Pengendalian Perubahan Iklim, dan Dr Alwi Shihab selaku Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah dan Negara-negara anggota Oganisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Berbicara lebih jauh tentang SEAFORB, Rafendi Djamin yang mantan ketua Komisi HAM antar-pemerintah ASEAN (AICHR) mengatakan, Konferensi SEAFORB yang diadakan kali ini merupakan pertemuan ke-8 dan the Human Rights Working Group (HRWG), koalisi nasional permanen urusan HAM, menjadi tuan rumah bersama dengan semua anggota SEAFORB.
“Saya senang tokoh-tokoh penting dari level nasional, regional dan internasional misalnya UN Special Rapporteur on FORB, Komisioner AS mengenai Kebebasan Beragama Internasional, Perwakilan AICHR bisa hadiri konferensi ini,” ujarnya.
Diharapkan, konferensi ini akan menghasilkan rencana aksi untuk mendukung pembangunan kapasitas, kampanye dan advokasi nasional, regional dan internasional.
Para aktivis, akademisi, pakar HAM dari kawasan regional dan internasional menghadiri konferensi tahunan SEAFORB untuk bertukar pandangan, pengalaman dan membentuk jejaring dan berkontribusi bagi gerakan FORB global yang bergerak cepat.
“Konferensi tahun ini akan menandai titik balik dari usaha kami membangun jejaring regional yang vital dan efektif yang akan mengatasi pelanggaran-pelanggaran kebebasan beragama atau kepercayaan dan akan memperluas ruang bagi aktor-aktor keagamaan untuk berkiprah secara bebas di kawasan Asia Tenggara,” kata Nguyen Dinh Thang PhD, anggota Panitia Pengarah dan CEO/Presiden Boatpeople SOS, dalam sambutan tertulisnya di buku berisi daftar pembicara.
Ditambahkannya, SEAFORB Network dengan sekretariat tetap dibentuk guna memudahkan koordinasi di antara para aktor masyarakat madani dan keagamaan yang beragam di kawasan dan juga untuk melibatkan lembaga-lembaga PBB, serta organisasi-organisasi internasional HAM.
Sementara itu Yuyun Wahyuningrum, wakil Indonesia untuk Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) yang dimintai padangannya secara terpisah mengatakan, dia memperoleh menfaat dari keikutsertaannya di konferensi ini.
“Saya dapat menanggapi pertanyaan-pertanyaan terkait AICHR dari peserta dan juga berbagi pengalaman dalam menangani urusan HAM di ASEAN,” ujarnya.
Menurut dia, komitmen-komitmen dibutuhkan untuk memperbaiki HAM khususnya yang terkait FORB dan perlindungan bagi kelompok-kelompok minoritas keagamaan di Asia Tenggara.
“Jika dibandingkan 10 tahun lalu, praktek-praktek penghormatan kepada HAM di Asia Tenggara mengalami kemajuan antara lain berkat kehadiran media social,” katanya.
Terkait dengan Urusan Hak Asasi Manuisa (HAM) Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin yang menjabat sebagai Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Kepresidenan hadir mewakii pemerintah RI.
Kiprahnya di dalam dan luar negeri telah mngantarkannya sebagai wakil Indonesia sebagai komisioner pada Independent Permanent Human Rights Commission of Organization of Islamic Cooperation (IPHRC-OIC).
Laporan: Mohammad Anthoni