Banner

Peneliti BRIN jelaskan ‘plasma bubble’ berdampak pada ionosfer kawasan lintang rendah Indonesia

Foto dari udara yang diabadikan pada 15 Mei 2018 ini menunjukkan pemandangan Pegunungan Kunlun yang diselimuti salju di Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China barat laut. (Xinhua/Jiang Wenyao)

Fenomena plasma bubble atau dikenal dengan gelembung atau penipisan plasma di lapisan ionosfer merupakan salah satu dinamika ionosfer yang dipengaruhi oleh cuaca antariksa.

 

Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Fenomena plasma bubble atau dikenal dengan gelembung atau penipisan plasma di lapisan ionosfer merupakan salah satu dinamika ionosfer yang dipengaruhi oleh cuaca antariksa.

Fenomena tersebut lebih intens terjadi di daerah lintang ekuator magnet, termasuk ionosfer lintang rendah Indonesia, jelas peneliti dari Pusat Riset Antariksa (PRA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Asnawi, dalam Kolokium visiting researcher di Bandung, Senin (1/7), dikutip dari laman situs BRIN, Kamis.

Plasma bubble merupakan fenomena penipisan plasma berupa ion dan elektron di lapisan ionosfer. Ionosfer merupakan bagian dari atmosfer atas dengan ketinggian 60 km-1.000 km di atas permukaan Bumi, imbuhnya.

Dinamika kerapatan ion dan elektron di ionosfer ini dapat menyebabkan gangguan pada propagasi sinyal satelit, terutama satelit navigasi seperti Global Positioning System (GPS) dan Global Navigation Satellite System (GNSS) lainnya.

Banner

Menurut Asnawi, pada band frekuensi HF (high frequency) radio keberadaan lapisan ionosfer ini sangat penting, karena berperan sebagai medium yang dapat memantulkan gelombang radio, yang selanjutnya akan terjadi komunikasi jarak jauh yang dikenal sebagai sky wave propagation.

“Ionosfer dipengaruhi fenomena-fenomena dari lingkungan antariksa, seperti flare dari aktivitas Matahari, yang akan menyebabkan meningkatnya kandungan elektron dan mengganggu variabilitas ionosfer,” tuturnya.

Sementara itu, senior researcher dari Institute for Scientific Research Boston College USA, Rezy Pradipta, memberikan penjelasan mengenai fenomena equatorial plasma bubbles (EPBs) yang sangat berdampak di ionosfer kawasan lintang rendah Indonesia.

“Fenomena ini mampu memberikan efek negatif terhadap teknologi GPS, baik untuk keperluan sipil maupun pertahanan, serta satelit komunikasi. Hal ini membuat penelitian terkait cuaca antariksa dan dinamika ionosfer lintang rendah Indonesia menjadi sangat relevan,” jelasnya.

Dalam penjelasannya, Rezy menguraikan teori dasar penyebab kemunculan EPBs dan simulasi pendekatan dengan matematika fractal, serta beberapa aspek dari EPBs yang dapat menyebabkan gangguan signifikan pada sinyal GPS.

“Fenomena ini menyebabkan sinyal GPS menjadi lemah dan tidak stabil yang tentunya sangat merugikan. Ini berdampak pada penggunaan teknologi GPS dalam kehidupan sehari-hari, dan untuk keperluan pertahanan nasional,” ujarnya.

Banner

Rezy menjelaskan, EPBs ini berperilaku seperti difraksi gelombang yang menyebabkan sinyal melemah.

“Sayangnya, kita tidak bisa secara aktif menghilangkan plasma bubbles ini. Namun, kita bisa tetap waspada dengan memahami siklus klimatologi dan musim kemunculannya. Dengan begitu, kita bisa mengetahui pada musim apa dan di lokasi mana yang lebih berisiko terkena dampak EPBs,” terangnya.

Salah satu langkah proaktif yang bisa dilakukan adalah meningkatkan koordinasi dan berbagi informasi antarpeneliti. Rezy berharap, peneliti BRIN bisa lebih aktif berinteraksi dengan peneliti bidang sains lainnya.

“Dengan kolokium ini, saya bisa mendapatkan pengalaman dan berbagi pengetahuan mengenai kendala yang dialami oleh peneliti BRIN khususnya dalam riset ionosfer. Saya berharap peneliti BRIN bisa lebih aktif berinteraksi, karena saya yakin kemampuan peneliti Indonesia sangatlah potensial,” jelasnya.

Penelitian dan kolaborasi yang berkelanjutan diharapkan dapat membantu mengurangi dampak negatif dari fenomena ini, sehingga teknologi satelit GPS dan komunikasi di Indonesia bisa lebih andal dan tidak terganggu oleh EPBs.

Sementara itu, dalam penutupan kolokium, Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN, Emanuel Sungging Mumpuni, berharap PRA BRIN bisa memberikan hasil riset yang memberikan gambaran terkait dinamika ionosfer di atas wilayah ekuator bagi siapa pun mitra yang membutuhkan. “Baik dalam maupun luar negeri.”

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Banner

Iklan