Dekarbonisasi sektor energi menjadi fokus kesepakatan kerja sama antara Indonesia dan Jepang, dengan memanfaatkan sumber energi yang ada, penerapan teknologi energi bersih, serta efisiensi energi.
Jakarta (Indonesia Window) – Indonesia dan Jepang telah resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk melaksanakan program dekarbonisasi energi, sebagai upaya untuk mengurangi emisi dan mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2030.
Kesepakatan ini tercapai melalui kerja sama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia dan New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) Jepang.
MoU tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, dan Presiden NEDO, Yokoshima Naohiko, dalam pertemuan kedua Asia Zero Emissions Community (AZEC) Ministerial Meeting di Jakarta, Rabu (21/8).
“MoU ini merupakan tahap awal untuk melakukan studi kelayakan bersama. Hasil studi tersebut akan dibahas di AZEC bersama pemerintah dan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang, untuk menentukan dukungan tambahan dalam pengembangan energi bersih di Indonesia,” jelas Dadan.
Sementara itu, Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roelani menegaskan peran AZEC sebagai platform terobosan untuk mengatasi emisi dan perubahan iklim di Asia Tenggara.
“AZEC merupakan forum bagi negara-negara di kawasan untuk menunjukkan kerja sama dalam mengurangi emisi dan menangani perubahan iklim di sektor energi melalui pengembangan energi terbarukan, bahan bakar nabati, bahan bakar penerbangan berkelanjutan, hidrogen, amonia, dan teknologi lainnya,” ujarnya.
Dalam perjanjian tersebut, Indonesia dan Jepang sepakat untuk fokus pada dekarbonisasi sektor energi dengan memanfaatkan sumber energi yang ada, penerapan teknologi energi bersih, serta efisiensi energi.
Kedua pihak akan mengembangkan energi terbarukan seperti tenaga surya, air, angin, dan bioenergi, serta memproduksi hidrogen dan membangun rantai pasokannya. Selain itu, kedua negara juga akan melakukan optimasi teknologi konservasi energi, seperti pembangkit listrik hibrid berbasis surya dan diesel, pompa panas, dan sistem cogeneration WHP (waste heat to power).
Kerja sama kedua negara juga mencakup penerapan teknologi elektrifikasi di sektor industri, pengembangan teknologi jaringan pintar, dan manajemen sisi permintaan. Selain itu, model Energy Services Company (ESCO) akan dikembangkan, bersama dengan peningkatan nilai tambah batu bara untuk industri dan pengelolaan limbah dalam pengolahan mineral kritis.
NEDO, lembaga penelitian dan pengembangan di bawah Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang yang didirikan pada 1980, berfokus pada inovasi teknologi untuk menjawab tantangan energi dan lingkungan global.
Di Indonesia, NEDO mendukung proyek pengembangan unit produksi hidrogen hijau dari PLTP (Pembangkit listrik tenaga panas bumi) Lahendong Binary dan proyek demonstrasi Energy Management System (EMS) di Nunukan, Pulau Sebatik, yang mengintegrasikan PLTS, PLT biomassa, PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas), dan PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel).
Kerja sama Indonesia-Jepang ini diharapkan dapat mempercepat transisi menuju energi bersih dan mendukung upaya global dalam mengatasi perubahan iklim.
Laporan: Redaksi