Banner

Peneliti BRIN deteksi penyebaran parasit malaria berbasis ‘whole genome sequencing’

Seorang teknisi laboratorium bekerja di Pusat Pemberantasan Malaria Nasional di Lusaka, Zambia, pada 24 April 2024. (Xinhua/Peng Lijun)

Database informasi genetik parasit malaria berguna untuk mempelajari jenis-jenis strain parasit, serta perpindahan parasit dari satu daerah ke daerah lainnya, atau dari satu negara ke negara lain.

 

Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) –  Peneliti Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rintis Noviyanti, baru-baru ini melakukan deteksi penyebaran parasit malaria, Plasmodium sp., di sejumlah daerah di Indonesia.

Database informasi genetik parasit malaria berguna untuk mempelajari jenis-jenis strain parasit, serta perpindahan parasit dari satu daerah ke daerah lainnya, atau dari satu negara ke negara lain. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan teknik genotyping menggunakan whole genome sequencing (WGS).

“Diperlukan suatu cara terbaru untuk mendeteksi penyebaran parasit malaria secara global. Sehingga diharapkan dapat mempercepat program eliminasi malaria,” kata Rintis, dalam Webinar Diaspora, Rabu (3/7) pekan lalu, dikutip dari situs jejaring BRIN, Kamis.

Dalam kerja sama antara BRIN dan Menzies School of Health Research dan Wellcome-Trust Sanger Institute, para peneliti dari lembaga-lembaga tersebut membuat suatu platform untuk menganalisis variasi genetik parasit Plasmodium vivax yang ada di Indonesia.

Banner

Melalui platform ini, dapat dilihat keanekaragaman Plasmodium vivax di suatu daerah baik di dalam maupun luar negeri.

“Penelitian mengenai Plasmodium vivax sangat relevan untuk program eliminasi malaria. Karena biasanya tidak terdeteksi dalam jumlah parasit yang rendah, namun persisten karena pasien tidak diobati,” jelas Rintis.

Dia menambahkan, pada konsorsium Asia Pacific Elimination Network, telah dibuat database Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax yang dikumpulkan dari berbagai daerah di Indonesia.

“Penelitian kami yang dimulai sejak 2012 telah menghasilkan beberapa informasi bermanfaat yang dapat dikembangkan dan ditelaah,” ungkapnya.

Untuk menentukan apakah suatu daerah telah memiliki transmisi malaria rendah, jelas Rintis, dapat dilakukan dengan teknik high throughput serological assay. Teknik ini dapat melihat apakah suatu daerah memiliki potensi outbreak di masa mendatang.

“Sehingga, sangat disarankan untuk dilakukan serological assay. Melalui teknik serelogi, akan didapatkan gambaran atau terdeteksinya individu yang memiliki risiko mengalami kekambuhan atau relapse,” terang Rintis.

Banner

Menurutnya, ilmu genomik dan serologi sangat berguna dalam membantu melakukan stratifikasi daerah-daerah mana yang masih merupakan daerah reseptif dan non-reseptif transmisi malaria.

Sejalan dengan program kontrol malaria, lanjutnya, dapat terjadi perubahan stratifikasi endemisitas malaria. Daerah endemik malaria yang awalnya dikategorikan sebagai non-reseptif, dapat berubah menjadi daerah reseptif dengan tingkat variasi transmisi yang berbeda-beda.

Selanjutnya, dapat juga terbentuk daerah reseptif dengan populasi yang terisolasi, yang menjadi daerah fokus penularan malaria.

“Untuk melakukan stratifikasi endemisitas daerah tersebut tidak dapat dideteksi hanya dengan teknologi konvensional. Hal ini memerlukan teknologi terkini yang bisa secara jelas menggambarkan status transmisi atau status eliminasi suatu daerah terhadap malaria,” jelas Rintis.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN Elisabeth Farah Novita Coutrier mengungkapkan, kecepatan dan ketepatan dalam melakukan diagnosis penyakit dan dilanjutkan dengan pemberian pengobatan yang tepat sangat diperlukan untuk mencegah keparahan penyakit.

“Salah satu cara untuk mendeteksi parasit malaria adalah dengan pendekatan molekuler. Perkembangan ilmu genomik yang ada saat ini yaitu dengan menggunakan teknologi next generation sequencing menjadi cara untuk meneliti keragaman parasit malaria,” katanya.

Banner

Pendekatan lain yang digunakan untuk mendeteksi malaria pada individu tanpa gejala adalah dengan teknik serologi. Selain pengembangan alat-alat diagnostik, intervensi dalam pemberian vaksin malaria dapat mengurangi prevalensi penyakit ini.

“Pendekatan-pendekatan yang dilakukan tersebut dapat dijadikan dasar untuk pengembangan strategi deteksi dan penanganan penyakit malaria dan penyakit lainnya. Terutama untuk kesiapsiagaan kita dalam menghadapi pandemi di masa yang akan datang,” ujarnya.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan