Banner

COVID-19 – Kemenristek buat inovasi untuk ‘testing, tracing, treatment’

Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) telah melakukan sejumlah riset dan menghasilkan inovasi untuk 3T (testing, tracing, dan treatment) COVID-19, kata Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro usai mengikuti rapat terbatas mengenai laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (Komite PC-PEN) di Jakarta pada Senin (12/10/2020). (Sekretariat Kabinet RI)

Jakarta (Indonesia Window) – Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) telah melakukan sejumlah riset dan menghasilkan inovasi untuk 3T (testing, tracing, dan treatment) COVID-19, kata Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro usai mengikuti rapat terbatas mengenai laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (Komite PC-PEN) di Jakarta pada Senin.

Menteri mengatakan ada dua inovasi untuk screening yang lebih akurat sekaligus membantu testing (pengujian) COVID-19, yaitu GeNose yang merupakan hasil riset Universitas Gadjah Mada dan RT-LAMP hasil penelitian LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).

“Dua inovasi yang berasal dari dalam negeri itu diharapkan mengurangi ketergantungan pada uji PCR dan juga meningkatkan proses screening yang lebih akurat,” kata Menristek.

GeNose, jelasnya, mendeteksi keberadaan virus COVID-19 dengan menggunakan hembusan nafas dengan biaya yang lebih murah dan hasil lebih akurat.

“Proses screening dan deteksi lebih cepat, tidak sampai dua menit,” kata Bambang.

Banner

GeNose telah melalui uji klinis tahap pertama di rumah sakit di Yogyakarta, dan hasilnya menunjukkan tingkat akurasi lebih tinggi dibandingkan uji PCR, sebesar 97 persen.

“Saat ini kami sedang melakukan uji klinis yang lebih luas lagi di berbagai rumah sakit. Kalau tingkat akurasinya tinggi, mendekati 100 persen, maka GeNose bisa menjadi alat screening yang nantinya akan mengurangi ketergantungan pada uji PCR,” jelas Bambang.

Sementara itu, teknologi testing RT-LAMP yang dikembangkan LIPI adalah untuk mengganti uji rapid swab.

Swab test biasanya memakan waktu lama dan membutuhkan laboratorium, sedangkan dengan RT-LAMP, uji itu bisa dilakukan dalam waktu yang lebih cepat di bawah satu jam dan tanpa menggunakan laboratorium BSL-2,” kata Menristek.

RT-LAMP ini, tambahnya, juga bisa menjadi solusi bagi rumitnya testing yang menggunakan PCR.

“Jauh lebih cepat, lebih murah, dan juga tingkat akurasinya sangat bisa dipertanggungjawabkan,” kata Bambang.

Banner

Menristek mengatakan produksi teknologi uji cepat COVID-19 buatan dalam negeri yang diluncurkan pada Mei tahun ini mecapai 350.000 per bulan, dan diperkirakan bulan depan jumlahnya 1-2 juta per bulan.

Lebih lanjut menteri menjelaskan mengenai treatment atau terapi pasien COVID-19 menggunakan teknologi plasma konvalesen yang telah melalui uji klinis tahap pertama, dan tidak ditemukan efek samping yang serius dari terapi tersebut.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan