COVID-19 – Indonesia terima 6,08 juta dosis vaksin Coronavac dan AZ

Indonesia menerima vaksin dari Sinovac dalam bentuk siap pakai dengan merek Coronavac sebanyak 5 juta dosis, dan AstraZeneca sebanyak 1.086.000 dosis melalui Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten pada Jumat (27/8/2021). (Kementerian Komunikasi dan Informatika RI)

Jakarta (Indonesia Window) – Indonesia pada Jumat menerima vaksin dari Sinovac dalam bentuk siap pakai dengan merek Coronavac sebanyak 5 juta dosis, dan AstraZeneca (AZ) sebanyak 1.086.000 dosis melalui mekanisme skema pembelian langsung.

“Dengan hadirnya kedua vaksin tersebut, berarti Indonesia sudah menerima vaksin COVID-19 sebanyak 208,7 juta dosis,” ujar sekretaris perusahaan sekaligus juru bicara COVID-19 Bio Farma Bambang Heriyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Kedua merek vaksin tersebut dikirim melalaui Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) di Tangerang, Banten.

Bambang menjelaskan, sejauh ini vaksin yang telah terdistribusi sebanyak 123.256.044.

Jumlah tersebut terdiri atas 3 juta dosis Coronavac 1, 89.366.140 dosis vaksin COVID-19 Bio Farma, 15.982.584 dosis AstraZeneca, 7.558.810 dosis Moderna, 6.848.644 dosis CoronaVac 2, dan 499.866 dosis Sinopharm yang diperoleh dari mekanisme hibah.

Sementara itu, jumlah vaksin yang didistribusikan sepanjang 1 hingga 26 Agustus 2021 mencapai 36.631.654 dosis.

Mengenai program vaksinasi, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi menyambut baik posisi Indonesia yang menduduki peringkat ke-6 dunia dalam jumlah orang yang telah divaksinasi, dan posisi ke-7 dunia dalam hal jumlah dosis vaksin yang telah disuntikkan.

Saat ini, lebih dari 92,8 juta penduduk Indonesia telah menerima dua dosis dan satu dosis vaksin.

Meski demikian, Prof. Soedjatmiko menekankan perlunya perbaikan dalam koordinasi penghitungan kebutuhan, pengiriman, dan distribusi vaksin.

Sementara itu pakar imunisasi dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH. DSc menambahkan, untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok dalam mengendalikan pandemik, imunisasi setidaknya harus mencapai 70 persen dari total penduduk.

Sejauh ini cakupan vaksinasi di Indonesia baru mencapai 21 persen dari total penduduk, sedangkan negara dengan populasi lebih kecil dari Indonesia bisa lebih mudah mendekati angka 70 persen.

Dr. Jane mengatakan, mengingat jumlah vaksin yang terbatas, maka untuk memutuskan rantai penularan virus pemerintah daerah diharapkan dapat mendahulukan daerah dengan kasus COVID-19 terbanyak.

Umumnya, kasus COVID-19 lebih banyak ditemukan di daerah yang lebih padat penduduk dengan mobilitas tinggi.

“Dengan cara ini, otomatis cakupan imunisasi akan lebih cepat meningkat dibandingkan jika vaksin didistribusi secara merata,” ujar doktor bidang penelitian pelayanan kesehatan dari Erasmus University, Belanda tersebut.

Dia juga mengingatkan, bahwa varian Delta jauh lebih cepat menular dengan perjalanan penyakit dua kali lebih cepat dan mematikan.

“Sebanyak 99 persen kasus COVID-19 di Amerika Serikat adalah mereka yang belum diimunisasi, kelompok anti vaksin dan anti masker,” katanya.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan