Banner

COVID-19 – Israel tolak pemberian vaksin bagi tahanan Palestina

Ilustrasi. Israel memutuskan untuk tidak memvaksinasi tahanan Palestina atau mereka yang tinggal di wilayah pendudukan, mendorong kekhawatiran keluarga dan kelompok hak-hak sipil. (Denny Müller on Unsplash)

Jakarta (Indonesia Window) – Israel memutuskan untuk tidak memvaksinasi tahanan Palestina atau mereka yang tinggal di wilayah pendudukan, mendorong kekhawatiran keluarga dan kelompok hak-hak sipil.

Menteri Keamanan Dalam Negeri Israel, Ameer Ohanna, memerintahkan pihak berwenang untuk tidak menyuntik tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel, dan hanya staf penjara.

Kelompok hak-hak sipil mengklaim adanya ‘apartheid medis’ yang dipraktikkan oleh otoritas Israel sehingga narapidana di penjara Remon harus bertengkar dengan petugas beberapa hari yang lalu untuk memaksa mereka mengirim Basel Ajaj, seorang tahanan Palestina yang terinfeksi COVID-19, ke rumah sakit guna menerima perawatan.

Dia kini berada di unit perawatan intensif di rumah sakit umum Beersheba, 108 kilometer selatan Yerusalem. Meski kondisinya memburuk, administrasi penjara tidak memindahkannya ke rumah sakit.

Basel Ajaj ditahan pada 2002 dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena ikut serta dalam gerakan intifada kedua.

“Dia tinggal bersama keluarganya kurang dari tiga tahun. Mereka tidak dapat mengunjunginya karena pembatasan pandemik. Selain itu, putera dan puterinya sudah dilarang mengunjungi ayah mereka karena keamanan,” kata Mohammad Ajaj, saudara laki-laki Basel Ajaj, kepada Kantor Berita Anadolu.

Menurut hukum internasional, orang-orang Palestina di tanah pendudukan berada di bawah tanggung jawab Israel sejauh menyangkut masalah kesehatan.

“Administrasi penjara mencoba membunuh para tahanan, tidak tersedia perawatan yang cukup selain kelalaian medis. Ini telah terjadi selama lebih dari 13 tahun. Saya telah menyaksikannya di dalam penjara, dan itu tidak pernah berhenti,” kata Mohammad.

Anggota keluarga menegaskan bahwa otoritas Israel bahkan tidak mengizinkan Basel untuk menelepon keluarganya yang merupakan pengacara.

“Sebagai sebuah keluarga, kami mendesak komunitas internasional, otoritas Palestina, dan faksi-faksi untuk menunjukkan tanggapan yang serius demi menyelamatkan orang-orang tersayang kami di penjara. Kami ingin memastikan bahwa mereka tidak dilupakan,” tambahnya.

Tahanan Palestina terinfeksi

Dalam sebuah pernyataan, Masyarakat Tahanan Palestina (PPS) mengatakan bahwa jumlah narapidana yang terinfeksi di penjara Remon sejak awal pandemik telah mencapai 227.

“Ini adalah sikap rasis oleh Amir Ohanna dan bertentangan dengan norma internasional dan hukum Israel sendiri. Penasihat hukum pemerintah Israel mengatakan bahwa otoritas Israel harus memberikan vaksinasi kepada para tahanan,” kata Qadora Fares, kepala PPS kepada Anadolu Agency.

PPS telah mengirimkan surat ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), PBB, dan Komite Internasional untuk Palang Merah (ICRC).

“WHO telah mengatakan bahwa tahanan memiliki hak untuk dirawat, dan Israel harus mengizinkan hak ini. Tapi Israel tidak peduli lagi,” tambah Fares.

Lembaga Bantuan Medis Palestina menggambarkan sikap Israel sebagai ‘apartheid medis’, bentuk yang jauh lebih buruk, yang bahkan tidak pernah ada di Afrika Selatan.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan