Brazilin merupakan senyawa dari golongan isoflavonoid yang dapat ditemukan di beberapa tanaman dari keluarga Fabaceae, salah satunya adalah tanaman kayu secang (Caesalpinia sappan L.)
Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Para peneliti dari Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri, Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRTRRB BRIN) dan Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan purwarupa senyawa radiofarmaka baru sebagai agen diagnosis dan terapi kanker prostat.
Senyawa radiofarmaka tersebut berasal dari isolat brazilin dengan radionuklida iodium-131 dengan menggunakan pendekatan in vitro, dikutip dari laman BRIN, Kamis.
Peneliti BRIN, Isti Daruwati, dalam keterangannya menyebutkan bahwa pada tahun 2020, The Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) melaporkan jumlah kasus kanker baru di dunia yang mencapai 18,1 juta kasus. Dari angka tersebut, 7,3 persen merupakan kanker prostat. Pada tahun yang sama, angka kejadian kanker prostat di Indonesia mencapai 7,4 persen dari total kasus sebanyak 183.368.
Dia menerangkan, berbagai metode terapi untuk mengatasi kanker ini telah dikembangkan secara masif dalam dua dekade terakhir. Namun, kasus metastasis kanker prostat seperti metastase Castrate Resistant Prostate Cancer (mCRPC) masih menjadi penyebab kematian utama.
“Oleh sebab itu sangat dibutuhkan pendekatan klinis yang tepat agar tercapai pengobatan yang optimal,’’ ujar Isti, seraya menambahkan, salah satu modalitas pengobatan kanker secara terarah yang berfokus pada penggunaan radioisotop adalah terapi radiofarmaka.
Terapi tersebut menggunakan molekul tertentu yang akan membawa radioisotop kepada target. Molekul tertarget ini diantaranya adalah senyawa antibodi, peptida, asam amino, molekul kecil, dan berupa senyawa hasil isolasi dari bahan alam.
Efek radiasi dari jenis radioisotop itu, lanjut Isti, digunakan untuk terapi kanker yang dapat dihantarkan ke sel kanker atau microenvironment secara langsung, dengan menggunakan agen pembawa yang berikatan ke target endogen, atau terakumulasi melalui mekanisme fisiologi akibat karakteristik dari sel kanker.
Isti mengungkapkan, pengembangan kandidat radiofarmaka berbasis senyawa bahan alam masih belum banyak dieksplorasi. Padahal senyawa bahan alam diketahui memiliki berbagai aktivitas farmakologi, dan memiliki peran penting dalam pengembangan obat, termasuk radiofarmaka.
Brazilin merupakan senyawa dari golongan isoflavonoid yang dapat ditemukan di beberapa tanaman dari keluarga Fabaceae, salah satunya adalah tanaman kayu secang (Caesalpinia sappan L.). Brazilin diketahui memiliki beberapa aktivitas biologi antara lain anti inflamasi, antibakteri hingga antikanker, jelasnya.
“Brazilin merupakan isolat dari bahan alam yang berpotensi sebagai pembawa radioisotop, khususnya iodium-131 melalui reaksi radioiodinasi. Pengembangan kandidat radiofarmaka dari isolat bahan alam ini merupakan suatu terobosan yang menjanjikan dalam upaya peningkatan pengembangan obat terarah, khususnya untuk penanganan kanker,” papar Isti.
Dia menambahkan, brazilin memiliki aktivitas farmakologi dalam menghambat pertumbuhan sel kanker. Aktivitas inilah yang menjadikan brazilin memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai produk radiofarmaka tertarget, ditandai dengan radioisotop Iodium-131 sebagai radiofarmaka untuk tujuan terapi dan diagnosis sekaligus atau dikenal dengan teranostik. Beberapa penelitian telah dilakukan pada aktivitas kanker payudara, sementara aktivitas pada kanker prostat belum banyak dieksplorasi.
“Tahapan penelitian diawali dengan uji in vitro senyawa brazilin yang belum ditandai dengan radioisotop iodum-131. Uji in vitro ini dilaksanakan oleh tim peneliti dari Fakultas Farmasi UGM yang telah berpengalaman dalam melakukan studi in vitro terutama terkait dengan studi aktivitas biologi dari kandidat obat secara molekuler,” ujarnya.
Selain itu, Isti menilai Fakultas Farmasi UGM memiliki fasilitas laboratorium yang memadai untuk melakukan bagian tahapan riset terkait dengan evaluasi potensi senyawa brazilin yang belum ditandai dengan radioisotop iodium-131 terhadap sel kanker pada tingkat molekuler.
Dia menegaskan, tahapan ini sangat penting dalam rangkaian evaluasi efikasi kandidat obat antikanker, dan menguatkan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah terkait dengan mekanisme kerja brazilin terhadap sel kanker.
‘’Tahapan riset yang akan dilakukan di fasilitas Laboratorium Rekayasa Makromolekul dan Laboratorium Advanced Pharmaceutical Sciences, Fakultas Farmasi UGM yakni uji apoptosis, serta flowcytometry. Ini bertujuan untuk mempelajari mekanisme kematian sel kanker setelah mendapatkan perlakuan dengan senyawa uji,” terang Isti.
Dia berharap target capaian pada tahun pertama penelitian adalah satu paten terdaftar dan satu purwarupa, serta pelibatan satu orang mahasiswa S3 degree by research. ‘’Penelitian ini bersifat multiyear dari 2024-2026 untuk membuktikan aktivitas 131I-Brazilin sebagai kandidat radiofarmaka teranostik kanker prostat hingga uji in vivo,’’ tandas Isti.
Laporan: Redaksi