Banner

Belanda akan kembalikan koleksi fosil era kolonial ke Indonesia

Seorang pengunjung mengamati koleksi replika fosil manusia purba di Museum Song Terus, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, pada 12 Juni 2025. (Indonesia Window)

Belanda akan mengembalikan ke Indonesia sebuah koleksi yang terdiri atas lebih dari 28.000 fosil yang dijarah “secara sewenang-wenang” pada era kolonial, yang mencakup spesimen-spesimen penting untuk memahami evolusi manusia awal.

 

Den Haag, Belanda (Xinhua/Indonesia Window) – Belanda pada Jumat (26/9) mengatakan akan mengembalikan ke Indonesia sebuah koleksi yang terdiri atas lebih dari 28.000 fosil yang dijarah “secara sewenang-wenang” pada era kolonial, yang mencakup spesimen-spesimen penting untuk memahami evolusi manusia awal.

Berdasarkan kesimpulan komite penasihat independen bahwa fosil-fosil tersebut diperoleh secara tidak sah pada era kolonial, keputusan pengembalian ini diresmikan dalam surat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda Gouke Moes yang ditujukan kepada Menteri Kebudayaan Republik Indonesia (RI) Fadli Zon.

Koleksi yang digali di Indonesia pada akhir abad ke-19 itu kini dikelola oleh Pusat Keanekaragaman Hayati Naturalis di Leiden, Belanda. Koleksi ini mencakup sebuah tengkorak, sebuah gigi geraham, dan sebuah tulang paha yang berkaitan dengan Homo erectus, spesies penting dalam rantai evolusi manusia.

“Saran komite itu didasarkan pada penelitian yang ekstensif dan cermat,” ujar Moes dalam sebuah pernyataan. “Kami akan bekerja sama dengan Pusat Keanekaragaman Hayati Naturalis dan mitra-mitra di Indonesia dengan perhatian yang sama untuk mengatur pengembalian ini secara baik.”

Banner

Komisi Koleksi Kolonial yang independen menyarankan restitusi tanpa syarat setelah penyelidikannya menyimpulkan bahwa koleksi tersebut “tidak pernah secara sah” menjadi milik Belanda.

Komisi itu menemukan bahwa situasi pengambilan secara masuk akal menunjukkan fosil-fosil tersebut diambil “bertentangan dengan kehendak penduduk setempat,” yang bagi mereka fosil-fosil tersebut memiliki makna spiritual dan ekonomi. Komisi itu juga menemukan bahwa “aksi pemaksaan digunakan untuk mengidentifikasi lokasi penggalian.”

“Saran yang menyeluruh ini memberikan wawasan hukum baru, yang menjadikan restitusi sebagai pilihan yang tepat,” kata Marcel Beukeboom, direktur umum Pusat Keanekaragaman Hayati Naturalis.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan