Badan investigasi antikorupsi Korea Selatan akan meminta perpanjangan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Korsel Yoon Suk-yeol yang dimakzulkan, setelah upaya penangkapan Yoon pekan lalu gagal.
Seoul, Korea Selatan (Xinhua/Indonesia Window) – Badan investigasi antikorupsi Korea Selatan (Korsel) pada Senin (6/1) akan meminta perpanjangan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Korsel Yoon Suk-yeol yang dimakzulkan, setelah upaya penangkapan Yoon pekan lalu gagal, menurut laporan sejumlah media berita.
Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (Corruption Investigation Office for High-ranking Officials/CIO) Korsel berencana meminta perpanjangan surat perintah tersebut setelah menyerahkan tanggung jawab tugas pelaksanaan surat perintah itu kepada Kantor Investigasi Nasional (National Office of Investigation/NOI) pada Ahad (5/1).
Media mengutip pernyataan CIO yang menyebutkan bahwa pihaknya akan tetap memegang wewenang penyelidikan dan menyerahkan kewenangan pelaksanaan surat perintah tersebut kepada NOI, sembari mempertimbangkan untuk melimpahkan kasus tersebut ke kantor kejaksaan pada tahap tertentu.
Unit badan investigasi antikorupsi dan kepolisian telah melakukan penyelidikan gabungan bersama markas besar investigasi Kementerian Pertahanan Korsel terkait pemberlakuan darurat militer oleh Yoon.
Tim penyelidik CIO dan petugas kepolisian berusaha menangkap presiden yang dimakzulkan tersebut di kediaman kepresidenan pada 3 Januari lalu, tetapi gagal karena dinas keamanan presiden menggagalkan eksekusi surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh pengadilan Seoul. Surat perintah tersebut dijadwalkan berlaku selama sepekan hingga Senin ini.
Para analis menyatakan keputusan CIO untuk menyerahkan tanggung jawab penangkapan tersebut muncul dari kegagalan pada 3 Januari dan memperkirakan perlawanan yang signifikan serta peluang sukses yang kecil dalam upaya kedua.
Mereka mengatakan CIO, sebagai sebuah lembaga antikorupsi, telah lama dikritik karena kelemahan relatifnya dan minimnya pencapaian nyata, dengan beberapa orang bahkan menyebut lembaga tersebut “tidak efektif sejak didirikan.”
CIO bersikeras untuk memimpin “investigasi pemberontakan” itu dengan dalih agar dapat menemukan berbagai petunjuk dalam penyelidikan penyalahgunaan kekuasaan, yang bertujuan untuk membuktikan relevansinya. Namun, kubu Yoon dan partai berkuasa berpendapat bahwa CIO tidak memiliki yurisdiksi untuk menyelidiki presiden atas tuduhan tersebut.
Sementara itu, CIO memperoleh surat perintah penangkapan dari Pengadilan Distrik Barat Seoul, yang dikritik oleh para penentangnya karena melangkahi otoritas terkait, yaitu Pengadilan Distrik Pusat Seoul, dan menyebutnya sebagai “operasi tebang pilih”. Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party) yang berkuasa juga mengkritik eksekusi surat perintah penangkapan oleh CIO sebagai “tindakan yang melampaui batas dan tidak pantas.”
Park Jong-joon, kepala dinas keamanan kepresidenan Korsel, pada Ahad berjanji akan terus mencegah upaya penangkapan Yoon.
Jika dinas keamanan, yang menempatkan prioritas utamanya pada keselamatan mutlak presiden, mematuhi eksekusi surat perintah penangkapan terhadap Yoon, itu berarti mereka telah lalai dalam menjalankan tugas dan mengabaikan keamanan presiden, kata Park dalam sebuah pernyataan.
Park menyatakan bahwa dia akan menerima konsekuensi hukum atas potensi kesalahan dalam keputusannya untuk membiarkan agen dinas keamanan mengonfrontasi sekelompok penyelidik yang menyerbu kediaman kepresidenan di pusat kota Seoul pada Jumat (3/1) guna melaksanakan perintah penangkapan Yoon.
Mosi pemakzulan terhadap Yoon diloloskan di Majelis Nasional pada 14 Desember tahun lalu, dan diserahkan ke pengadilan konstitusi untuk dibahas selama 180 hari. Selama periode tersebut, kekuasaan kepresidenan Yoon ditangguhkan.
Yoon, yang ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan pemberontakan oleh badan investigasi, mengumumkan keadaan darurat militer pada 3 Desember malam waktu setempat, tetapi deklarasi itu dicabut oleh Majelis Nasional Korsel beberapa jam kemudian.
Laporan: Redaksi