Banner

AS akan pertimbangkan pembatasan plastik sekali pakai

Ilustrasi. Kelompok dan komunitas konservasi berpendapat bahwa plastik, yang diproduksi dengan bahan bakar fosil, berkontribusi terhadap perubahan iklim, membahayakan kesehatan masyarakat, dan merusak lingkungan. (Mabel Amber from Pixabay)

Upaya membatasi penggunaan plastik sekali pakai dilakukan lima bulan setelah 180 kelompok dan komunitas konservasi mengajukan petisi yang meminta GSA melarang badan-badan federal membeli plastik sekali pakai. 

 

Jakarta (Indonesia Window) – Pemerintahan Biden pada Rabu (6/7) mengambil langkah pertama untuk membatasi plastik sekali pakai dalam pengadaan federal menyusul tekanan dari kelompok-kelompok lingkungan.

Langkah pemerintah AS, yang menghabiskan lebih dari 650 miliar dolar AS untuk produk dan layanan setiap tahun, dapat mempercepat upaya untuk menemukan alternatif sumber utama limbah negara itu.

Dalam pemberitahuan publik, Administrasi Layanan Umum (GSA), yang mengelola properti federal dan berfungsi sebagai otoritas pembelian pemerintah, mengatakan sedang mencari masukan dari masyarakat tentang penggunaan plastik dalam pengiriman dan pengemasan, serta penggunaan lain dalam kontrak federal. 

Banner
plastik sekali pakai as
Ilustrasi. Sekitar 7 miliar dari 9,2 miliar ton plastik yang dihasilkan dari tahun 1950-2017 menjadi sampah plastik, dengan hanya berakhir di tempat pembuangan akhir atau dibuang begitu saja ke alam. (Naja Bertolt Jensen on Unsplash)

GSA akan menampung komentar masyarakat selama 60 hari sebelum mempertimbangkan aturan yang diusulkan.

“Dengan plastik sekali pakai menjadi kontributor signifikan terhadap masalah polusi plastik global, merupakan langkah logis bagi badan tersebut untuk memeriksa hal ini,” kata GSA dalam pemberitahuan tersebut.

Upaya membatasi penggunaan plastik sekali pakai dilakukan lima bulan setelah 180 kelompok dan komunitas konservasi mengajukan petisi yang meminta GSA melarang badan-badan federal membeli plastik sekali pakai. 

Mereka berpendapat bahwa plastik, yang diproduksi dengan bahan bakar fosil, berkontribusi terhadap perubahan iklim, membahayakan kesehatan masyarakat, dan merusak lingkungan.

“Saya berharap perkembangan yang sangat menjanjikan ini menandai awal dari komitmen federal untuk menyasar akar krisis polusi plastik,” kata pengacara Pusat Keanekaragaman Hayati Emily Jeffers, yang menulis petisi, dalam sebuah pernyataan.

Bulan lalu, pemerintahan Biden mengatakan akan menghapus produk plastik sekali pakai di area-area publik, termasuk Layanan Taman Nasional, pada tahun 2032.

Banner
plastik sekali pakai as
Ilustrasi. Upaya mengurangi sampah plastik dapat dilakukan dengan menggunakan kemasan yang dapat dipakai kembali atau didaur ulang. (Alexas_Fotos from Pixabay)

Sampah plastik

Polusi plastik telah menjadi masalah global. Progam Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) mencatat, sekitar 7 miliar dari 9,2 miliar ton plastik yang dihasilkan dari tahun 1950-2017 menjadi sampah plastik, dengan hanya berakhir di tempat pembuangan akhir atau dibuang begitu saja ke alam.

Polusi plastik dapat mengubah habitat dan proses alami, mengurangi kemampuan ekosistem untuk beradaptasi dengan perubahan iklim, serta secara langsung memengaruhi mata pencaharian jutaan orang, kemampuan produksi pangan, dan kesejahteraan sosial.

Menurut laporan the Chartered Institution of Water and Environmental Management (CIWEM), berdasarkan jumlah plastik yang berakhir di lautan setiap tahun, ditemukan bahwa India (126,5 juta kg), China (lebih dari 70,7 juta kg) dan Indonesia (56,333 juta kg) adalah tiga negara teratas dalam berkontribusi sampah plastik.

Urutan selanjutnya adalah Brasil (38 juta kg); Thailand (22,8 juta kg); Meksiko (3,5 juta kg); Mesir (2,5 juta kg); Amerika Serikat (2,4 juta kg); Jepang (1,84 juta kg); dan Inggris (703 juta kg).

Sumber: Reuters; UNEP; CIWEM

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan