Tutupan vegetasi di Al Mashair telah meningkat dari 122 meter persegi menjadi 878 meter persegi antara tahun 2000 dan 2010.
Jakarta (Indonesia Window) – Pemerintah Arab Saudi sedang menggencarkan program penanaman pohon di daerah Al-Masyair guna menciptakan lingkungan yang semakin hijau dan nyaman bagi jamaah haji yang menunaikan ibadah Rukun Islam kelima.
Penanaman lebih banyak pohon di daerah Al-Masyair yang memiliki luas 119 kilometer persegi dan mencakup situs-situs haji utama Arafat, Muzdalifah, dan Mina, bertujuan meningkatkan karbon tanah (soil carbon).
Karbon tanah membantu mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di udara dan meningkatkan kualitas tanah. Membangun karbon tanah dilakukan dengan meningkatkan struktur tanah, kandungan air dan nutrisi yang dibutuhkan tanaman, serta memberi makan organisme tanah yang vital.
“Memulihkan ekosistem untuk haji yang hijau membutuhkan karbon yang baik,” kata CEO Saudi Green Building Forum (SGBF) atau Forum Bangunan Hijau Saudi, menurut laporan Arab News yang dikutip di Jakarta, Ahad.
SGBF, bersama dengan Program Lingkungan PBB, sedang mempelajari daerah Al-Masyair untuk memulihkan tanah dan melihat batas-batas dan kapasitas karbonnya.
CEO SGBF Faisal Al-Fadhl mengatakan bahwa membantu pemulihan lingkungan itu sendiri berarti meningkatkan karbon yang baik (karbon tanah) yang dapat dicapai melalui inisiatif buatan manusia.
“Vegetasi akan membantu mendapatkan kembali kapasitas ekologinya untuk menghidupkan kembali dirinya sendiri dan mempercepat pembentukan karbon tanah. Ini akan mencakup flora, hewan, dan bagaimana manusia dapat menggunakannya,” katanya kepada Arab News.
“Tujuh puluh juta ton karbon tanah dibutuhkan untuk memulihkan kawasan ini melalui pepohonan,” imbuhnya.
Area Al-Masyair membutuhkan restorasi untuk mendukung kehidupan manusia, tuturnya, “bukan hanya Mina, tapi juga pegunungan di sekitarnya.”
Al-Fadhl mengatakan karbon yang baik akan menutupi karbon buruk dari pulau-pulau yang panas (heat islands), yakni istilah yang mengacu pada objek, elemen, dan struktur seperti semen, bangunan, dan kaca reflektif.
“Ini semua menghasilkan banyak panas sehingga kami ingin menguranginya melalui peningkatan karbon tanah. Studi ini diakreditasi oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan area ini membutuhkan perawatan tertentu secara ilmiah, zoologi, dan botani,” jelas Al-Fadhl.
Dia mengatakan Arab Saudi bertujuan untuk mencapai netralitas karbon bersih pada tahun 2060, yang diumumkan oleh Putra Mahkota Mohammad bin Salman pada Oktober 2021. Langkah hijau ini sejalan dengan rencana pembangunan Kerajaan.
Al-Fadhl mengatakan Saudi Green Building Forum telah memulai proyek yang bertujuan menyediakan lingkungan haji yang hijau secara keberlanjutan.
Menurut dia, tutupan vegetasi di Al-Masyair sangat buruk, dengan kurang dari setengah dari satu persen area ini memiliki tanaman hijau atau bentuk vegetasi lainnya.
Namun, lanjut Al-Fadhl, tutupan vegetasi telah meningkat dari 122 meter persegi menjadi 878 meter persegi antara tahun 2000 dan 2010.
“Itu adalah peningkatan 800 persen,” tambahnya.
Al-Fadhl merujuk pada ‘A New Language for Carbon’ karya arsitek AS William McDonough dalam penjelasannya untuk mengidentifikasi tiga strategi pengelolaan karbon dan perubahan iklim.
Pertama adalah karbon positif, yakni mengubah karbon atmosfer menjadi bentuk yang meningkatkan nutrisi tanah atau menjadi bentuk yang tahan lama seperti polimer dan agregat padat. Selain itu, karbon positif juga mencakup upaya mendaur ulang karbon menjadi nutrisi dari bahan organik, sisa makanan, polimer yang dapat dikomposkan, dan saluran pembuangan.
Strategi kedua adalah netral karbon yang mengacu pada tindakan yang mengubah atau mempertahankan karbon dalam bentuk dan siklus yang terikat dengan Bumi yang tahan lama dari generasi ke generasi; atau energi terbarukan seperti matahari, angin, dan tenaga air yang tidak melepaskan karbon.
Strategi ketiga adalah karbon negatif. Hal ini mengacu pada tindakan penanggulangan pencemaran tanah, air, dan atmosfer dengan berbagai bentuk karbon, misalnya, melepaskan CO2 dan metana ke atmosfer atau plastik ke laut.
Karbon tanah
Para ilmuwan menemukan bahwa tanah mengandung lebih banyak karbon daripada di atmosfer dan gabungan seluruh tanaman di Bumi. Mereka mencatat, ada 2.500 miliar ton karbon di tanah, dibandingkan dengan 800 miliar ton di atmosfer dan 560 miliar ton dalam kehidupan tumbuhan dan hewan.
Semakin banyak tanaman tumbuh di atas tanah, maka semakin banyak pula karbon yang diserap oleh tanah. Makanya, penyerapan karbon menjadi salah satu cara untuk mengatasi perubahan iklim dengan mengurangi karbon dioksida di atmosfer.
Banyaknya karbon yang diserap oleh tanah terutama ditentukan oleh biomassa akar tanaman, termasuk serasah yang diendapkan dari pucuk tanaman.
Karbon tanah dihasilkan baik secara langsung dari pertumbuhan dan kematian akar tanaman, maupun secara tidak langsung dari transfer senyawa kaya karbon dari akar ke mikroba tanah. Misalnya, banyak tanaman membentuk asosiasi simbiosis antara akarnya dan jamur khusus di tanah yang dikenal sebagai mikoriza. Akar tanaman menyediakan energi bagi jamur dalam bentuk karbon sedangkan jamur menyediakan tanaman dengan nutrisi seperti fosfor.
Penguraian biomassa oleh mikroba tanah menghasilkan hilangnya karbon sebagai CO2 dari tanah karena respirasi mikroba, sementara sebagian kecil dari karbon asli dipertahankan di dalam tanah melalui pembentukan humus, produk yang sering memberikan karakteristik tanah yang kaya karbon, ditandai oleh warna yang gelap.
Sumber: Arab News dengan pengayaan dari berbagai sumber
Laporan: Redaksi