Jakarta (Indonesia Window) – Pemerintah Amerika Serikat, melalui United States Trade Representative (USTR) atau perwakilan perdagangan AS, secara resmi telah mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia.
Generalized System of Preferences memberikan perlakuan bebas bea untuk barang dari negara penerima yang ditunjuk.
Dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Ahad, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan, mengatakan di tengah menurunnya perdagangan internasional akibat pandemik COVID-19, fasilitas GSP akan membantu meningkatkan kinerja ekspor Indonesia ke AS.
Pengumuman perpanjangan GSP oleh Pemerintah AS tersebut dibuat hanya berselang sehari usai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di Jakarta pada 29 Oktober 2020.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada saat bertemu dengan timpalannya dari AS juga secara khusus mengangkat isu GSP.
Retno menyatakan bahwa penyelesaian review GSP ini merupakan buah dari rangkaian diplomasi yang secara intensif dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam beberapa waktu terakhir ini.
“Pemberian fasilitas GSP merupakan salah satu wujud konkret kemitraan strategis antara kedua negara yang tidak hanya membawa manfaat positif bagi Indonesia, tapi juga bisnis di AS,” tambah Menlu Retno.
Sementara itu, menurut Duta Besar Indonesia untuk AS, Muhammad Lutfi, perpanjangan fasilitas GSP yang diberikan oleh Amerika Serikat menunjukkan tingginya kepercayaan Pemerintah AS terhadap berbagai perbaikan peraturan domestik yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam rangka menciptakan iklim bisnis dan investasi yang lebih kondusif di tanah air.
“Pasca pengumuman USTR tersebut, kita akan susun rencana kerja atau road plan untuk mengoptimalkan fasilitas keringanan bea masuk bagi produk-produk ekspor Indonesia ke pasar AS,” ujar Dubes Lutfi yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Kepala BKPM (Badan Koordinator Penanaman Modal).
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemberian perpanjangan fasilitas GSP oleh AS relatif jarang terjadi.
Bahkan, pada tahun 2019 fasilitas GSP untuk sejumlah negara mitra dagang AS, seperti India dan Turki, dihentikan.
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974.
Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada 1980.
Berdasarkan data statistik dari United States International Trade Commission (USITC) atau Komisi Perdagangan Internasional AS, pada tahun 2019 ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai 2,61 milyar dolar AS (sekira 38,08 triliun rupiah).
Angka tersebut setara dengan 13,1 persen dari total ekspor Indonesia ke AS, yakni 20.1 milyar dolar AS (sekitar 293,2 triuliun rupiah).
Ekspor Indonesia dengan fasilitas GSP di tahun 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3.572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP.
Hingga bulan Agustus 2020, nilai ekspor GSP Indonesia ke AS tercatat sebesar 1.87 milyar dolar AS (sekira 27,2 triliun rupiah) atau naik 10,6 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor GSP terbesar ke-2 di AS setelah Thailand (2.6 milyar dolar AS).
Laporan: Redaksi