Aksi saling balas antara kelompok Houthi dan militer AS di Laut Merah menghambat kedatangan banyak kapal kargo di pelabuhan Yaman, sehingga barang-barang esensial semakin langka di negara yang dilanda perang tersebut.
Sanaa, Yaman (Xinhua) – Keheningan menyelimuti pasar al-Milh yang sibuk di kota tua Sanaa, ibu kota Yaman. Jalan-jalan sempit di sana, di mana hiruk pikuk aktivitas barter dan saling menyapa biasanya tak pernah reda saat festival buka puasa Idul Fitri, kini menghadirkan suasana muram.
Realitas ekonomi yang keras dan diperburuk oleh krisis yang melanda Laut Merah telah benar-benar mengikis semangat perayaan pada hari yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan itu.
“Tahun ini lebih sulit dari sebelumnya. Jumlah pelanggan lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” keluh Mohamed Abu al-Arabi, seorang penjual makanan penutup yang tokonya biasanya dipenuhi oleh keluarga-keluarga yang antusias.
Biasanya, beragam kudapan manis akan dipajang di toko-toko yang dibangun dengan bata lumpur di sepanjang pasar itu. Tahun ini, rak-rak di pasar itu menyajikan pilihan yang lebih sederhana, bersama dengan wajah-wajah lelah para pembeli, menunjukkan betapa beratnya situasi saat ini.
Bagi Umat Islam, termasuk warga Yaman, Hari Raya Idul Fitri adalah waktu untuk menggelar reuni keluarga dan perayaan. Rumah-rumah dipenuhi dengan kue, biskuit, kismis, almon, dan berbagai camilan lainnya. Hidangan-hidangan manis ini bukanlah sekadar hidangan untuk disantap, melainkan juga menjadi tanda keramahan untuk keluarga dan kerabat yang berkunjung.
“Dahulu, kami membeli baju baru untuk anak-anak pada hari-hari pertama Ramadhan,” kata Ahmed Hamoud, yang memiliki tiga anak. “Sekarang, bahkan untuk membeli kudapan manis pun sulit,” tambahnya. Hamoud, yang melakukan perjalanan dari pinggiran Sanaa, berusaha menghemat uangnya dan dengan hati-hati memilih sekantong kismis berukuran sedang dan beberapa kotak kukis.
Kelompok Houthi, yang menguasai sebagian besar wilayah utara Yaman, termasuk Sanaa, terus menyasar kapal-kapal di jalur pelayaran internasional sejak November lalu untuk mendukung warga Palestina. Sebagai respons, Amerika Serikat (AS) dan Inggris melancarkan serangan udara ke sejumlah target Houthi di Yaman, yang semakin meningkatkan ketegangan. Aksi saling balas di Laut Merah ini menghambat kedatangan banyak kapal kargo di pelabuhan Yaman, sehingga barang-barang esensial semakin langka di negara yang dilanda perang tersebut.
Dampak ekonomi dari konflik ini tidak dapat disangkal. Banyak keluarga, yang tidak mampu mengimbangi harga pasar, beralih ke tradisi. Mereka akan membuat ‘Kahk’ di rumah, biskuit sederhana nan lezat yang terbuat dari tepung, air, telur, dan mentega. Kebiasaan kuno ini memastikan tersedianya kudapan manis untuk Hari Raya Idul Fitri, bahkan dengan anggaran terbatas.
Namun, bagi kelompok yang paling rentan, kebahagiaan sesederhana ini pun berada di luar jangkauan mereka. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa lebih dari separuh penduduk Yaman bergantung pada bantuan makanan akibat perang saudara yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Sejumlah badan amal setempat berusaha membantu dengan menyediakan pakaian dan kudapan manis untuk menghadirkan keceriaan Idul Fitri bagi keluarga-keluarga ini. Namun, upaya mereka bagaikan setetes air di dalam ember yang besar.
“Kami mengharapkan perdamaian,” imbuh Al-Arabi, pemilik toko itu. “Itu akan menjadi hadiah Idul Fitri yang paling manis.”
Laporan: Redaksi