Banner

China: Laporan IAEA bukan “lampu hijau” bagi pembuangan air limbah nuklir Jepang

Orang-orang berunjuk rasa untuk memprotes rencana pembuangan air limbah radioaktif oleh Jepang di Seoul, Korea Selatan, pada 12 Juni 2023. Ribuan nelayan Korea Selatan pada Senin (12/6) berkumpul di dekat gedung parlemen di Seoul untuk menentang rencana Jepang membuang air limbah radioaktif dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh ke Samudra Pasifik. (Xinhua/Wang Yiliang)

Air yang terkontaminasi nuklir dari PLTN Fukushima Daiichi Jepang yang rencananya akan dibuang ke laut dinilai mengabaikan kekhawatiran dan penolakan dari masyarakat internasional serta menjadikan Samudra Pasifik sebagai “saluran pembuangan”.

 

Beijing, China (Xinhua) – China pada Selasa (4/7) mengatakan bahwa laporan yang dikeluarkan oleh Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) tidak boleh dianggap sebagai “lampu hijau” bagi Jepang untuk membuang air limbah yang terkontaminasi nuklir ke laut, mendesak Jepang untuk bekerja sama dengan IAEA dalam memberlakukan mekanisme pemantauan internasional jangka panjang.

Seorang juru bicara (jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China melontarkan pernyataan itu ketika diminta untuk mengomentari laporan tersebut, yang meyakini bahwa rencana Jepang untuk membuang air limbah terkontaminasi nuklir ke laut sudah sesuai dengan standar keamanan internasional, mengatakan bahwa IAEA akan melakukan pemantauan jangka panjang terkait aktivitas pembuangan yang dilakukan Jepang tersebut.

Jubir itu mengatakan bahwa laporan tersebut diketahui gagal untuk sepenuhnya mencerminkan pandangan dari para pakar yang berpartisipasi dalam proses peninjauan, dan kesimpulannya tidak dibagikan oleh semua pakar. Pihak China menyesalkan perilisan tergesa-gesa laporan tersebut.

Karena mandatnya yang terbatas, IAEA gagal meninjau justifikasi dan legitimasi dari rencana pembuangan air limbah nuklir Jepang ke laut, menilai efektivitas jangka panjang fasilitas pemurnian Jepang, serta mengonfirmasi keaslian dan akurasi data Jepang tentang air yang terkontaminasi nuklir itu. Oleh karena itu, kesimpulannya secara umum terbatas dan tidak lengkap, kata jubir itu.

Banner

Sekadar untuk menghemat biaya, Jepang bersikeras membuang air limbah terkontaminasi nuklir ke laut dan mengabaikan kekhawatiran dan penolakan dari masyarakat internasional serta menjadikan Samudra Pasifik sebagai “saluran pembuangan,” sebut jubir itu.

Sang jubir menambahkan apa pun yang dikatakan dalam laporan tersebut tidak akan mengubah fakta bahwa Jepang akan membuang jutaan ton air limbah yang terkontaminasi nuklir Fukushima ke Samudra Pasifik dalam tiga dekade mendatang.

“Akankah fasilitas pemurnian Jepang efektif dalam jangka panjang? Dapatkah masyarakat internasional memperoleh informasi dengan tepat waktu ketika air yang dibuang sudah melebihi batas pembuangan? Apa saja dampak dari akumulasi dan konsentrasi radionuklida jangka panjang terhadap lingkungan laut, keamanan pangan, dan kesehatan masyarakat? Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang gagal dijawab oleh laporan IAEA,” ujar jubir itu.

Menyebut bahwa Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) menetapkan bahwa semua negara memiliki kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut, dan Konvensi Pencegahan Pencemaran Laut dengan Membuang Limbah dan Bahan Lainnya (Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter) pada 1972 melarang pembuangan semua jenis limbah radioaktif ke laut dari struktur buatan manusia di laut, jubir itu juga mengatakan bahwa apa yang dilakukan Jepang bertentangan dengan tanggung jawab dan kewajiban moral internasionalnya di bawah undang-undang internasional.

“Kami sekali lagi mendesak pihak Jepang untuk menghentikan rencana pembuangannya, dan dengan sungguh-sungguh membuang air yang terkontaminasi nuklir itu dengan cara yang berbasis ilmu pengetahuan, aman, dan transparan,” kata jubir itu.

Selain itu, jubir tersebut juga mendesak pihak Jepang untuk bekerja sama dengan IAEA agar dapat segera memberlakukan mekanisme pemantauan internasional jangka panjang yang akan melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk negara-negara tetangga Jepang.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan