Banner

Fokus Berita – Pakar Indonesia puji pencapaian China dan desak kerja sama global untuk pengembangan kelautan berkelanjutan

Foto udara diambil dari drone pada 17 Agustus 2024 menunjukkan pemandangan kota Qingdao, Provinsi Shandong, China Timur. (Xinhua/Li Ziheng)

Memasukkan upaya pengurangan risiko bencana tsunami ke dalam perencanaan kota akan secara signifikan berdampak pada pengembangan kebijakan dan proyek-proyek rekayasa.

 

Qingdao, China (Xinhua) – Bagi pakar kelautan Indonesia Harkunti Pertiwi Rahayu, Konferensi Kota-Kota Pesisir Internasional Dekade Kelautan (Ocean Decade International Coastal Cities Conference) edisi pertama yang digelar di kota pesisir Qingdao di China timur memberikan kesempatan berharga untuk berdiskusi secara mendalam dengan rekan-rekannya dari China dan negara-negara lain. Pertukaran ini sangat penting untuk memajukan pembangunan berkelanjutan kota-kota pesisir di seluruh dunia.

Berlangsung pada 26 Februari, konferensi ini mempertemukan sekitar 400 pemangku kepentingan utama dari kota-kota pesisir di seluruh dunia untuk mempromosikan berbagi pengetahuan, menyoroti praktik terbaik, serta mendorong kolaborasi dan kemitraan yang bertujuan untuk mengatasi tantangan dan meraih peluang dalam memanfaatkan ilmu kelautan untuk pembangunan berkelanjutan.

Foto yang diabadikan pada 26 Februari 2025 ini menunjukkan Harkunti Pertiwi Rahayu, pakar kelautan asal Indonesia, sedang berpidato saat berpartisipasi dalam ajang Ocean Decade International Coastal Cities Conference edisi pertama yang digelar di Kota Qingdao, China timur. (Xinhua)

Dalam acara akbar ini, pakar Indonesia itu turut menyampaikan keprihatinannya.

“Kota-kota pesisir di beberapa negara berkembang menghadapi banyak bahaya dan tantangan dalam perencanaan kota. Banyak rencana tata ruang di wilayah ini tidak memasukkan langkah-langkah mitigasi bencana dan sering kali tidak memiliki informasi risiko tsunami yang diperlukan untuk perencanaan tata ruang yang efektif,” kata Rahayu, Wakil Ketua UNESCO IOC – IOTWMS, Guru Besar Perencanaan Wilayah dan Kota di Institut Teknologi Bandung dan Institut Teknologi Sumatra.

Banner

Sebagai negara maritim dengan garis pantai yang luas, Indonesia sering dilanda tsunami, terutama di wilayah pesisir, serta dihadapkan pada bahaya gabungan dari risiko tsunami dan gempa bumi yang signifikan. Oleh karena itu, memasukkan upaya pengurangan risiko bencana tsunami ke dalam perencanaan kota akan secara signifikan berdampak pada pengembangan kebijakan dan proyek-proyek rekayasa.

“Indonesia telah melakukan upaya legislatif yang signifikan dan telah menetapkan rencana pembangunan yang akan berjalan selama lima hingga 20 tahun, membentuk kerangka kerja ilmiah yang kuat.” Rahayu menyebut bahwa para pejabat di setiap tingkat pemerintahan, mulai dari pemerintah pusat hingga kota, senantiasa menyadari tanggung jawab, prioritas, dan komitmen jangka panjang mereka. Berdasarkan pemahaman ini, Indonesia membuat rencana untuk wilayah pesisirnya, yang mencakup strategi untuk tanggap tsunami, pencegahan dan mitigasi bencana, serta pertimbangan aspek lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya.

Sang pakar merujuk Bali, sebuah destinasi global yang terkenal, sebagai contoh kasus. “Di Bali, kami mengantisipasi berbagai dampak terhadap garis pantai berdasarkan skenario yang berbeda dan menyarankan penilaian terhadap permukaan air laut, bersama dengan langkah-langkah perlindungan dan responsif.”

Menekankan kesepakatan global tentang pentingnya memasukkan mitigasi tsunami dalam perencanaan kota. Rahayu mengatakan bahwa sejak 2007, 26 negara dan kawasan di Asia telah mengadopsi perencanaan kota tanggap tsunami, yang menunjukkan signifikansinya dalam memperkuat ketahanan kota. Selain itu, pendekatan ini melibatkan upaya kolaboratif dari berbagai sektor, termasuk upaya pembahasan risiko bencana melalui pendidikan, pengelolaan sumber daya lingkungan, jasa keuangan, perencanaan tata ruang, dan pembangunan infrastruktur.

Foto yang diabadikan pada 26 Februari 2025 ini menunjukkan Harkunti Pertiwi Rahayu, pakar kelautan asal Indonesia, sedang berpidato saat berpartisipasi dalam ajang Ocean Decade International Coastal Cities Conference edisi pertama yang digelar di Kota Qingdao, China timur. (Xinhua)

Pakar dari Indonesia itu menyarankan bahwa untuk mendorong pembangunan kelautan yang berkelanjutan, sangat penting untuk meningkatkan kerja sama bilateral dan multilateral internasional. Kolaborasi ini akan memungkinkan negara-negara untuk belajar dari satu sama lain dan bertukar pengalaman sukses.

Indonesia dan China telah terlibat dalam berbagai bentuk kolaborasi yang berfokus pada pembangunan kelautan yang berkelanjutan.

Banner

Sebagai contoh, pada Mei 2010, Pusat Kelautan dan Iklim China-Indonesia didirikan di Jakarta. Pusat itu berfungsi sebagai platform nasional untuk kerja sama dalam hal-hal yang berhubungan dengan laut, memfasilitasi penelitian, pertukaran, serta pengembangan kapasitas di bidang laut dan perubahan iklim antara kedua negara tersebut.

Selain itu, China secara aktif membantu Indonesia dalam memajukan perikanan laut, pariwisata bahari, dan sektor-sektor lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi biru (blue economy).

Deputi Bidang Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Nelly Florida Riama menyatakan bahwa lembaganya berkolaborasi secara erat dengan China dalam bidang meteorologi kelautan dan iklim. Selama kemitraan ini, kedua belah pihak telah terlibat dalam kegiatan satu sama lain dan memperoleh wawasan yang signifikan.

“China merupakan salah satu negara terkemuka dengan kemajuan yang mengesankan dalam menyediakan informasi tentang cuaca dan iklim. Konferensi ini sangat penting bagi kami karena kami bertujuan untuk terlibat lebih banyak dengan kota-kota lain, terutama karena fokus konferensi ini adalah pada Dekade Kelautan PBB dan kota-kota pesisir,” kata Riama dalam sebuah wawancara dengan Xinhua dalam ajang Ocean Decade International Coastal Cities Conference edisi pertama.

Dia menambahkan bahwa Indonesia memiliki banyak kota yang terletak di pesisir, sehingga sangat penting untuk belajar dari peserta lain dan mengetahui cara mereka menghadapi lingkungan yang serupa.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan