Fokus Berita – Macan tutul Jawa yang diselamatkan tim Taman Safari Bogor dalam kondisi baik, masih diobservasi

Macan tutul Jawa telah berstatus ‘terancam punah’ di Daftar Merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) sejak 2021.
Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Menjelang akhir Maret lalu, seekor macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) ‘memicu konflik’ dengan warga Desa Ciwarna di Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang-Banten. Binatang buas yang juga sering disebut ‘matulja’ itu sempat memangsa ternak ayam dan domba milik warga kampung.
“Setelah mendengar laporan tersebut, tanggal 27 Maret 2025, pukul 10 malam, tim rescue dari Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor segera di lokasi untuk mengevakuasi macan tutul Jawa itu dengan menggunakan kandang perangkap,” jelas Vice President Life Science TSI Group, Drh. (vet) Bongot Huaso Mulia, dalam acara Halal Bihalal Jurnalis Konservasi di fasilitas Penangkaran Macan Tutul Taman Safari Indonesia, di Bogor, Rabu (16/4).
Keesokan harinya, pada 28 Maret, hewan yang telah berstatus ‘terancam punah’ di Daftar Merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) sejak 2021 itu, dibawa ke Pusat Penangkaran Macan Tutul Jawa TSI Bogor.
“Di pusat penangkaran kami melakukan pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan gigi dan bagian tubuh lainnya menunjukkan bahwa macan tutul Jawa ini telah berumur tiga tahun, memiliki rambut yang mengilap, suhu tubuhnya normal 37,3 derajat, dengan berat badan mencapai 20 kilogram,” urai Drh. Bongot, seraya menambahkan kondisi mata, telinga, saluran pencernaan dan saluran pernapasan si macan juga dalam kondisi normal, serta tidak ada kelainan maupun fraktur atau patah tulang.

Namun demikian, ada jeda waktu di mana macan tutul betina itu memperlihatkan perilaku agonistik, yakni tingkah laku sosial yang terkait dengan pertarungan.
“Macan ini cenderung berdiam diri di pojok ruangan dengan mata membesar, tidak ada perilaku agresif terhadap kehadiran perawat satwa, seperti menunjukkan gigi taring, menggeram atau mendesis, atau melompat menyerang. Perilaku ini berbeda dari macan tutul lain,” jelasnya.
Setelah melalui uji cepat CDV (Canine Distemper Virus) dan FPV (Feline Panleukopenia Virus), disimpulkan bahwa satwa terancam punah itu pernah terpapar penyakit CDV dan FPV.
“Oleh karena itu, kami terus melakukan observasi, sehingga nantinya macan tutul Jawa ini bisa dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya,” ujar Drh. Bongot.

Dalam acara tersebut, kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Barat, Agus Arianto, menyatakan dukungannya atas upaya penyelamatan macan tutul Jawa di Kabupaten Serang.
“Upaya penyelamatan ini juga diharapkan dapat mengatasi konflik hewan-manusia, karena banyak kampung yang berbatasan dengan hutan lindung dan area konservasi satwa liar,” ujarnya.
Pihaknya terus melakukan sosialisasi ke masyarakat agar turut mendukung upaya penanganan satwa liar yang bertujuan menjaga keselamatan dan keamanan, baik manusia maupun hewan tersebut.

Berkaitan dengan konflik hewan-manusia di Provinsi Banten, Ketua Forum Konservasi Macan Tutul Jawa (FORMATA), Dede Aulia Rahman, mengatakan bahwa peristiwa semacam itu telah terjadi sejak 2020 silam, dengan banyak faktor yang memengaruhinya.
“Saat ini area habitat alami satwa liar semakin berkurang, dan mereka (satwa liar) cenderung menunjukkan perilaku agonistik, yaitu tidak takut kepada manusia,” ujarnya.
Dia menambahkan, FORMATA yang anggotanya terdiri dari beragam latar belakang, termasuk LSM, peneliti, korporat, relawan, dan serta pekerja profesional lainnya, berfokus pada upaya konservasi macan tutul Jawa yang sekarang ini telah menjadi satu-satunya predator di Pulau Jawa setelah harimau Jawa dinyatakan punah pada 1980.

Kegiatan FORMATA tersebut diapresiasi oleh Komisaris TSI Bogor, Tony Sumampau, yang menyatakan, sejak enam tahun lalu, Taman Safari Indonesia juga berfokus pada upaya konservasi satwa liar yang kurang mendapat perhatian atau cenderung dilupakan, karena ‘kalah’ dari penyelamatan ‘mega spesies’.
“Saat ini kita memiliki 5-6 hektare lahan breeding (pengembangbiakkan), khususnya burung berkicau, seperti murai Jawa, jalak putih, yang populasinya semakin berkurang. Pada akhirnya, satwa yang dikonservasi ini akan dilepaskan ke alam liar mereka,” terang Tony yang juga merupakan Sekjen Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI).

Saat ini diperkirakan hanya ada sekitar 350 macan tutul Jawa dewasa ‘tersisa’ di dunia.
Javan leopard ini terancam keberadaannya oleh hilangnya habitat, penipisan basis mangsa, dan perburuan liar karena pertumbuhan populasi manusia dan ekspansi lahan pertanian. Konflik antara manusia dan macan tutul juga dianggap sebagai ancaman utama bagi satwa ini.
Laporan: Redaksi