Resolusi tidak mengikat yang menuntut agar gencatan senjata permanen tak bersyarat segera diterapkan di Jalur Gaza, telah diadopsi dengan suara bulat oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
PBB (Xinhua/Indonesia Window) – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations General Assembly/UNGA) pada Rabu (11/12) dengan suara berselisih besar mengadopsi resolusi tidak mengikat yang menuntut agar gencatan senjata permanen tak bersyarat segera diterapkan di Jalur Gaza.
Resolusi tersebut disahkan dengan 158 suara dukungan, 9 suara penolakan, dan 13 abstain dalam sesi khusus darurat UNGA mengenai masalah Palestina. Amerika Serikat (AS) dan Israel termasuk di antara negara-negara yang memberikan suara penolakan untuk resolusi gencatan senjata itu.
Draf tersebut, yang diajukan oleh Indonesia dan beberapa negara lain, juga menyerukan agar semua sandera segera dibebaskan tanpa syarat.
Dengan resolusi yang baru saja diadopsi, UNGA menuntut pemfasilitasan untuk penyaluran bantuan kemanusiaan secara penuh, cepat, aman, dan tanpa hambatan, dalam skala besar dan di bawah koordinasi PBB, ke dan di seluruh Gaza serta pengirimannya ke seluruh warga sipil Palestina.
UNGA juga mengadopsi resolusi lain, yang menyerukan agar Israel mencabut larangannya terhadap Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina di Kawasan Timur Dekat (UNRWA) dan memenuhi kewajibannya untuk mengizinkan dan memfasilitasi bantuan kemanusiaan secara penuh, cepat, aman, dan tanpa hambatan ke dalam dan di seluruh Jalur Gaza.
Parlemen Israel pada Oktober lalu mengesahkan undang-undang (UU) yang melarang UNRWA beroperasi di wilayahnya dan wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Gaza dan Tepi Barat.
Resolusi UNGA bersifat tidak mengikat, tetapi memiliki bobot politik, yang mencerminkan pandangan global tentang perang tersebut.
Sesi khusus darurat PBB ini didorong oleh penggunaan hak veto di Dewan Keamanan (DK) PBB baru-baru ini.
Bulan lalu, AS memveto draf resolusi DK PBB yang menyerukan agar gencatan senjata segera diberlakukan di Gaza. Dewan yang beranggotakan 15 negara tersebut mencatat 14 suara dukungan untuk resolusi itu, dan AS menggunakan hak vetonya sebagai anggota tetap dewan itu untuk menolak resolusi tersebut.
Laporan: Redaksi