Majelis Umum PBB bahas draf resolusi yang diajukan Palestina

Riyad Mansour, pengamat tetap Negara Palestina untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), berpidato dalam sebuah rapat Majelis Umum PBB (UNGA), yang membahas veto Amerika Serikat soal Gaza di Dewan Keamanan PBB pada bulan sebelumnya, di kantor pusat PBB di New York pada 9 Januari 2024. (Xinhua/UN Photo/Manuel Elias)

Rakyat Palestina telah gigih memperjuangkan hak-hak mereka yang tidak dapat dihilangkan, seperti halnya semua warga di seluruh dunia yang ingin menentukan nasib mereka sendiri.

 

PBB (Xinhua/Indonesia Window) – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (17/9) melanjutkan sesi khusus darurat (emergency special session) ke-10 perihal tindakan Israel di Yerusalem Timur yang diduduki dan seluruh Wilayah Palestina yang Diduduki (Occupied Palestinian Territory), dengan negara-negara anggota membahas draf resolusi yang diajukan oleh Negara Palestina.

Mengajukan draf resolusi yang menuntut diakhirinya pendudukan Israel atas tanah Palestina dalam kurun waktu 12 bulan, Riyad Mansour, pengamat tetap Negara Palestina untuk PBB, menyampaikan bahwa Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) telah menunaikan mandatnya dengan secara tegas mengidentifikasi konsekuensi hukum terhadap Israel, sembari mendesak Majelis Umum PBB agar menerapkan mandatnya.

“Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang ditolak,” ujarnya, seraya menyerukan pendirian Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat berdasarkan perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Dia menekankan bahwa rakyat Palestina telah gigih memperjuangkan hak-hak mereka yang tidak dapat dihilangkan, seperti halnya semua warga di seluruh dunia yang ingin menentukan nasib mereka sendiri. “Rakyat Palestina ingin hidup, bukan bertahan hidup. Mereka ingin merasa aman di rumah mereka, mereka ingin anak-anak mereka bersekolah tanpa rasa takut. Mereka ingin bebas di dunia nyata sebagaimana bebas dalam jiwa.”

Warga Palestina memeriksa bangunan yang hancur di kamp pengungsi Al-Bureij, Jalur Gaza tengah, pada 18 September 2024. Pasukan Israel melancarkan serangan udara ke sejumlah rumah warga Palestina di kamp pengungsi Al-Bureij di Jalur Gaza tengah pada Selasa (17/9), dan menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa, demikian disampaikan Pertahanan Sipil Palestina. (Xinhua/Marwan Dawood)

Majelis Umum PBB diperkirakan akan menggelar pemungutan suara terkait draf resolusi itu, yang disponsori bersama oleh lebih dari 20 negara, pada Rabu (18/9).

Danny Danon, pengamat tetap Israel untuk PBB, menuturkan bahwa draf itu mengabaikan kebenaran dan tidak menyebutkan Hamas, dan proses pengajuannya “telah dipolitisasi.”

“Resolusi ini merupakan terorisme diplomatik,” tuturnya, sembari menambahkan bahwa lebih dari 150 resolusi telah diadopsi di PBB untuk menentang Israel.

“Mungkin Anda lupa, namun kami tidak memulai perang ini, kami juga tidak memilihnya,” kata Danon.

Dalam pidatonya, Presiden Majelis Umum PBB Philemon Yang menyampaikan “sudah menjadi kewajiban bagi Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB untuk mengakhiri kehadiran Israel yang melanggar hukum di Wilayah Palestina yang Diduduki.”

Duta Besar Lebanon untuk PBB Hadi Hachem mengatakan delegasinya berada di “posisi teratas” dalam mendukung draf resolusi tersebut dan Negara Palestina. Keputusan bersejarah ICJ menekankan sifat pendudukan Israel yang melanggar hukum dan perlunya mengakhiri kehadiran ilegal itu di wilayah Palestina, tuturnya.

Sesi khusus darurat ke-10 Majelis Umum PBB diadakan pertama kali pada April 1997. Sejak saat itu, sesi tersebut telah dilanjutkan beberapa kali, termasuk tak lama setelah serangan yang dipimpin oleh Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang memicu perang yang sedang berkecamuk di Jalur Gaza.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan