Banner

Indonesia dapat obat pencegahan TBC dari AS untuk 145.000 orang senilai 1,5 juta dolar AS

Direktur Kantor Kesehatan USAID, Eni Martin, pada press briefing dalam rangka Hari Tuberkulosis Sedunia, khususnya mengenai ‘Program Tuberkulosis USAID di Indonesia’, di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Senin (25/3/2024). (Indonesia Window/Ronald Rangkayo)

Obat terapi pencegahan tuberkulosis (TBC) baru yang telah disetujui oleh WHO merupakan paduan isoniazid dosis tinggi dan rifapentine dosis tinggi, dan hanya diberikan satu kali sepekan selama tiga bulan.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) berencana untuk memberikan obat terapi pencegahan tuberkulosis (TBC) bagi 145.070 orang di Indonesia senilai 1.523.235 dolar AS.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Kantor Kesehatan USAID, Eni Martin, pada press briefing dalam rangka Hari Tuberkulosis Sedunia, khususnya mengenai ‘Program Tuberkulosis USAID di Indonesia’, di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan, pasien TBC sebelumnya membutuhkan dosis obat yang banyak dengan jangka waktu pengobatan setidaknya 11 bulan.

“Obat baru yang telah disetujui oleh WHO adalah paduan obat TPT jangka pendek yang menggabungkan isoniazid dosis tinggi dan rifapentine dosis tinggi, dengan harga yang lebih rendah 30 persen dari sebelumnya. Obat ini diberikan satu kali sepekan selama tiga bulan,” terangnya, seraya menekankan bahwa kunci pengobatan dan penyembuhan TBC adalah kepatuhan dari pasien untuk menuntaskan pengobatan.

Banner

Menurutnya, pengiriman terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) dari USAID yang hanya diberikan kepada 11 negara tersebut merupakan bagian dari upaya global pemerintah AS dalam memerangi TBC, yang sejak tahun 2000 telah menggelontorkan dana senilai 4,7 miliar dolar AS dan berhasil menyelamatkan 75 juta jiwa di seluruh dunia.

“Di Indonesia, tuberkulosis berada di peringkat keempat dalam kasus kematian, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia,” ujar Eni, seraya menambahkan bahwa ada 1.060.000 kasus baru ditemukan di Indonesia, dengan 134.000 kematian setiap tahun.

“Artinya, ada satu orang yang terinfeksi TBC setiap 30 detik di Indonesia,” ujarnya.

TBC yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis sangat mudah menular. Namun demikian, “untuk memutus TBC kita harus mengajak pasien untuk mendapatkan pengobatan sejak dini hingga sembuh total,” tutur Eni.

Dia menerangkan bahwa tidak semua kasus tuberkulosis dapat terdiagnosa, dan “jika tidak terdiagnosa maka pasien tentu tidak mendapatkan pengobatan.”

“Indonesia mencapai kemajuan dalam diagnosa TBC dalam setahun terakhir ini, karena didukung oleh kerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI dan berbagai rumah sakit dalam mengidentifikasi dan mengobati kasus TBC,” kata Eni.

Banner

Selain itu, lanjutnya, USAID juga menjalin kerja sama dengan kelompok-kelompok komunitas di tingkat masyarakat, seperti Puskesmas dan Posyandu, guna memaksimalkan upaya membangun kesadaran masyarakat tentang deteksi awal TBC dan bahwa penyakit ini dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tersedia dan terjangkau.

WHO menyebutkan, TBC merupakan penyakit menular yang paling sering menyerang paru-paru, dan menyebar melalui udara ketika orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau meludah.

Sekitar seperempat populasi global diperkirakan telah terinfeksi bakteri TBC. Sekitar 5–10 persen orang yang terinfeksi TBC pada akhirnya akan menunjukkan gejala dan mengembangkan penyakit TBC dalam tubuhnya.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan