Ketua IMF: ‘Emerging market’ dan negara berkembang dihantam “tiga pukulan”

Foto yang diabadikan pada 19 April 2022 ini menunjukkan Kantor Pusat Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington DC, Amerika Serikat (AS).

Nilai dolar yang lebih kuat, biaya pinjaman yang tinggi, dan arus modal keluar, menjadi tiga pukulan yang begitu berat bagi emerging market dan negara-negara berkembang yang memiliki tingkat utang tinggi.

 

Washington, AS (Xinhua) – Emerging market dan negara-negara berkembang sedang dihantam nilai dolar yang lebih kuat, biaya pinjaman yang tinggi, dan arus modal keluar, tiga pukulan yang begitu berat bagi negara-negara yang memiliki tingkat utang tinggi, demikian disampaikan ketua Dana Moneter Internasional (IMF) pada Kamis (13/10).

“Dalam lingkungan seperti ini, kita juga harus mendukung emerging market dan negara berkembang yang rentan,” kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam sebuah konferensi pers pada pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.

Lebih dari seperempat emerging economy entah mengalami default atau mencatatkan perdagangan obligasi pada tingkat yang tertekan, dan lebih dari 60 persen negara berpenghasilan rendah berada dalam atau berisiko tinggi mengalami tekanan utang, menurut IMF.

Georgieva mengatakan guncangan berulang dan kemunduran pertumbuhan memunculkan sebuah pertanyaan yang lebih besar, “Apakah kita mengalami pergeseran ekonomi fundamental dalam perekonomian dunia, dari dunia yang relatif dapat diprediksi dan stabil, ke dalam ketidakpastian dan volatilitas yang lebih besar?”

Untuk para pembuat kebijakan, kata Georgieva, ini masa yang jauh lebih kompleks, yang memerlukan pengendalian stabil pada tuas kebijakan. “Harga yang harus dibayar atas kesalahan dalam mengambil langkah kebijakan, harga atas komunikasi yang buruk tentang niat kebijakan, sangat tinggi.”

Nilai dolar
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva berbicara dalam konferensi pers virtual di Washington DC, Amerika Serikat, pada 20 April 2022. (Xinhua/IMF/Cory Hancock)

Ketua IMF itu mendesak para pembuat kebijakan untuk menurunkan inflasi, menerapkan kebijakan fiskal yang bertanggung jawab, serta menjaga stabilitas keuangan.

“Jika kita ingin membantu rakyat dan melawan inflasi, kita harus memastikan bahwa kebijakan fiskal dan moneter berjalan beriringan. Ketika kebijakan moneter direm, kebijakan fiskal tidak boleh menginjak pedal gas, (karena) itu akan membuat perjalanan menjadi sangat berbahaya,” lanjutnya.

Sejak pandemik mulai merebak, IMF menggelontorkan dukungan keuangan sebesar 260 miliar dolar AS kepada 93 negara. Sejak perang Rusia-Ukraina, IMF mendukung 18 program baru dan tambahan dengan bantuan dana hampir 90 miliar dolar AS.

“Saat ini, ada 28 negara lagi yang menyatakan keinginan untuk memperoleh dukungan dari IMF,” kata Georgieva.

Ketua IMF itu juga menyerukan upaya yang lebih kuat untuk menghadapi kerawanan pangan, menyebut bahwa 345 juta orang menderita kerawanan pangan akut. Sekitar 48 negara, sebagian besar di sub-Sahara Afrika, sangat terdampak oleh kerawanan pangan.

IMF baru-baru ini mengumumkan ‘Food Shock Window’ baru, mekanisme yang memberikan pinjaman darurat untuk membantu negara-negara rentan mengatasi kekurangan pangan dan kenaikan biaya akibat perang Rusia-Ukraina.

*1 dolar AS = 15.357 rupiah

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan