Jakarta (Indonesia Window) – Bhineka Tunggal Ika bukan sekadar motto Indonesia, namun juga telah tercermin dari karakter bangsa yang memiliki ragam budaya, etnis serta agama, yang kokoh dalam persatuan dan kesatuan.
Makna dan praktik Bhineka Tunggal Ika tersebut menjadi titik berat tokoh Muslim nasional Prof. Din Syamsuddin saat memberikan pernyataan pada Konferensi Tingkat Tinggi Pemuka Agama Dunia di Baku, Azerbaijan pada 14-15 November, 2019.
“Kami membahas beberapa isu di dalam forum ini, salah satunya membahas the absence of peace (ketiadaan perdamaian), yang sekarang menjadi masalah dan tantangan dunia,” ujar tokoh Muhammadiyah itu dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Selasa.
“Kami berbagi pengalaman kehidupan bernegara di Indonesia yang didasarkan pada Pancasila dengan motto Bhineka Tunggal Ika, yang sekarang dilirik dunia. Bahwa bentuk yang diimplementasikan di Indonesia yang masyarakatnya majemuk ini adalah sebuah solusi bagi kehidupan dunia yang multicultural,” lanjut dia.
Dalam pemaparannya, Prof. Din Syamsuddin menyampaikan beberapa hal yang bersifat praktis dalam mewujudkan perdamaian dan mengembangkan kerukunan antar umat beragama.
Ia menjelaskan perlunya upaya yang dapat dilakukan bersama dalam membangun perdamaian dunia. Seperti merumuskan titik temu dari berbagai agama tentang multikulturalisme dan hidup berdampingan secara damai.
Prof. Din juga menjelaskan perlunya teologi middle path atau jalan tengah, di mana setiap agama memiliki ajaran tersebut, serta perlu ada peningkatan dari dialog kata-kata ke dialog perbuatan.
Dialog perbuatan tersebut sudah dipraktikan oleh para pemuka agama di Indonesia dalam bentuk kerja sama antar agama dalam menanggulangi bencana alam, serta menghadapi isu perubahan iklim dan lingkungan.
Di akhir acara yang digagas oleh Presiden Republik Azerbaijan Ilham Aliyev bersama petinggi tokoh agama negara itu, Sheikh-ul-Islam Allahshukur Pashazade, sekitar 150 pemuka agama dari berbagai negara dan agama menandatangani Deklarasi Baku.
Laporan: Redaksi