Banner

Minyak naik akibat sanksi baru Iran picu lebih banyak kekhawatiran pasokan

Ilustrasi. Minyak naik akibat sanksi baru Iran memicu lebih banyak kekhawatiran pasokan. (jpenrose on Pixabay)

Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak naik pada penutupan Kamis (16/6) atau Jumat pagi WIB, dalam perdagangan yang kacau balau setelah Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru terhadap Iran, sementara pasar energi tetap fokus pada kekhawatiran pasokan yang telah membuat harga melonjak tahun ini.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus menetap di 119,81 dolar AS per barel, terangkat 1,30 dolar AS atau 1,1 persen.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli berakhir menguat 2,27 dolar AS atau 2,0 persen menjadi 117,58 dolar AS per barel.

Pasar minyak tergelincir sehari sebelumnya karena kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, Inggris dan Swiss memicu kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global.

Setelah aksi jual di awal sesi, pembeli melompat kembali ke pasar karena sebagian besar pihak memperkirakan pasokan akan tetap ketat selama beberapa bulan.

“Banyak dari itu hanya masalah pasokan dan itu harus diselesaikan,” kata Eli Tesfaye, ahli strategi pasar senior di RJO Futures. “Saat ini tidak ada perlambatan permintaan global sehingga aksi jual apa pun akan dilihat sebagai peluang dan itulah yang benar-benar kita lihat hari ini.”

Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan permintaan akan meningkat lebih lanjut pada tahun 2023, tumbuh lebih dari 2,0 persen ke rekor 101,6 juta barel per hari.

Optimisme bahwa permintaan minyak China akan pulih karena pelonggaran pembatasan COVID-19 juga mendukung harga.

Para analis mengatakan harga mendapat dorongan dari keputusan Washington untuk menjatuhkan sanksi pada perusahaan China, Emirat dan Iran yang membantu mengekspor petrokimia Iran.

Selain itu, produksi minyak Libya telah turun menjadi 100.000-150.000 barel per hari, sebagian kecil dari 1,2 juta barel per hari yang diproduksi tahun lalu, dan para analis tetap khawatir bahwa negara itu dapat memiliki masalah berkelanjutan dalam pengiriman minyak di tengah kerusuhan.

Harga tergelincir lebih dari 2,0 persen sesi sebelumnya setelah Federal Reserve AS menaikkan suku bunga utamanya sebesar 0,75 persen, kenaikan terbesar sejak 1994.

“Begitu Anda menaikkan suku bunga setinggi itu, dan juga Anda tahu itu akan terjadi bulan depan, banyak pelanggan retail mengalami kesulitan berdagang begitu Anda mulai menaikkan biaya perdagangan mereka,” kata Robert Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York.

Pada Kamis (16/6), saham-saham Eropa jatuh setelah kenaikan suku bunga yang mengejutkan dari Bank Sentral Swiss (SNB). Langkah ini diikuti oleh kenaikan suku bunga Bank Sentral Inggris (BoE).

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan