Banner

Pertambangan skala kecil meningkat selama pandemik, munculkan masalah sosial

Seorang pekerja masuk ke dalam sumur untuk menambang mangan di area pertambangan skala kecil di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. (Dhea Fatma Agustin/WiMe)

Jakarta (Indonesia Window) – Jumlah Pertambangan Skala Kecil (PSK) meningkat selama pandemik COVID-19, sejak Januari 2020 hingga kini, kata Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batu Bara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

“Pertambangan skala kecil menjadi alternatif mata pencaharian sebagian masyarakat yang kehilangan pekerjaan, sebagai dampak dari pandemik,” ujar Dr. Lana Saria dalam diskusi nasional daring Ruang ZY ke-11 di Jakarta, Kamis.

Diskusi berjudul Tantangan dan Peluang Bagi Perempuan di Komunitas Pertambangan Skala Kecil Saat Pandemik tersebut diselenggarakan oleh organisasi nirlaba Women in Mining and Energy (WiMe), Extractives Global Programmatic Support (EGPS) dari Bank Dunia, serta Yayasan Tambuhak Sinta.

Lebih lanjut Lana menjelaskan bahwa peningkatan jumlah PSK, termasuk Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), di masa pandemik menimbulkan sejumlah tantangan yang berkaitan dengan masalah lingkungan, kesehatan, keselamatan, serta keamanan bagi kaum perempuan dan anak-anak yang ikut bekerja di sektor ini.

Menurut Lana, kesadaran mereka yang bekerja di PSK dan PESK untuk menjaga kebersihan masih sangat rendah. “Di masa pandemik, hal ini akan meningkatkan risiko penularan COVID-19,” ujar Lana.

Banner

Selain itu, para pekerja tambang skala kecil yang bersifat non formal juga tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang bencana geologi yang berpotensi terjadi di area pertambangan, seperti tanah longsong dan kemungkinan kemunculan gas beracun dari kedalaman tertentu.

Para pekerja tambang skala kecil juga tidak mempunyai peralatan keselamatan kerja yang cukup, seperti Alat Pelindung Diri (APD) dan alat berat lainnya yang membantu pekerjaan mereka.

Tantangan lain di sektor pertambangan skala kecil adalah ketidakadilan berbasis gender, dengan banyaknya jumlah pekerja perempuan yang diupah jauh lebih rendah dibandingkan pekerja lelaki, namun harus melakukan pekerjaan berat, seperti memikul dan memecah batu, mengangkat pasir, dan memproses material dengan bahan-bahan kimia berbahaya.

“Hal tersebut terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Lana, seraya menambahkan bahwa jumlah anak-anak yang menemani orangtua mereka bekerja di area pertambangan skala kecil meningkat menyusul penutupan sekolah akibat pandemik.

Lana menerangkan bahwa sejumlah upaya telah dikerahkan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut dengan melibatkan pemerintah daerah, pihak swasta, serta organisasi-organisasi kemasyarakatan.

“Kita upayakan agar PSK menjadi sektor formal sehingga aspek lingkungan, keselamatan, dan kesehatan para pekerja terjamin dengan baik,” tuturnya.

Banner

Lana menambahkan, PSK juga akan memiliki aspek legal sehingga hasil penambangan tidak akan berakhir di pengumpul yang membeli dengan harga murah, lalu dijual dengan harga tinggi di pasaran.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan