WHO sebut hampir 42.000 orang di Gaza alami cedera yang mengubah hidup
WHO sebut cedera Gaza capai hampir 42.000 orang yang memerlukan layanan rehabilitasi mendesak.
Jenewa, Swiss (Xinhua/Indonesia Window) – WHO sebut cedera Gaza mencapai hampir 42.000 orang akibat konflik berkepanjangan. Laporan terbaru WHO mengungkap banyak korban mengalami amputasi, cedera otak, dan luka bakar parah yang memerlukan perawatan bedah serta rehabilitasi jangka panjang.
Hampir 42.000 orang di Jalur Gaza harus menanggung cedera yang mengubah hidup akibat konflik yang sedang berlangsung, demikian menurut estimasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pembaruan terkini yang dirilis pada Kamis (2/10). Satu dari empat korban tersebut adalah anak-anak.
Menurut laporan ‘Estimasi Kebutuhan Rehabilitasi Trauma di Gaza, Pembaruan September 2025’ (Estimating Trauma Rehabilitation Needs in Gaza, September 2025 Update), cedera yang mengubah hidup mencakup seperempat dari keseluruhan kasus yang dilaporkan, dari total 167.376 orang yang luka-luka sejak Oktober 2023. Lebih dari 5.000 orang telah menjalani amputasi, kata WHO. Temuan ini, yang didasarkan pada kumpulan data yang lebih luas, tetap konsisten dengan analisis WHO sebelumnya.
Laporan tersebut mendokumentasikan cedera parah yang meluas, termasuk cedera pada anggota tubuh, saraf tulang belakang, otak, dan luka bakar parah, yang menyebabkan permintaan sangat tinggi akan layanan bedah dan rehabilitasi khusus. Banyak keluarga menghadapi perjuangan jangka panjang karena pasien memerlukan perawatan intensif.
Cedera wajah dan mata yang kompleks juga banyak terjadi, terutama di antara mereka yang menunggu evakuasi medis keluar Gaza. Kondisi ini kerap menyebabkan cacat fisik, disabilitas, dan stigma sosial.
Menggunakan data dari 22 Tim Medis Darurat (Emergency Medical Teams/EMT) yang didukung WHO, Kementerian Kesehatan Gaza, dan mitra lainnya, pembaruan ini menyajikan gambaran paling komprehensif hingga saat ini tentang kebutuhan rehabilitasi yang kian meningkat akibat cedera trauma.
Sementara itu, sistem kesehatan Gaza mendekati kolaps. Hanya ada 14 dari 36 rumah sakit yang masih berfungsi secara parsial. Kurang dari sepertiga fasilitas rehabilitasi prakonflik masih beroperasi, dengan beberapa di antaranya sudah di ambang tutup. Tidak ada rumah sakit yang berfungsi sepenuhnya meskipun ada upaya berkelanjutan dari EMT dan organisasi-organisasi kesehatan.
Konflik juga berimbas pada personel untuk rehabilitasi. Gaza pernah memiliki sekitar 1.300 fisioterapis dan 400 terapis okupasional, tetapi banyak yang terpaksa mengungsi. Mereka yang masih memberikan perawatan berada di bawah tekanan ekstrem. Meskipun ribuan amputasi telah dilakukan, wilayah ini hanya memiliki delapan ahli prostetik untuk memproduksi dan memasang anggota tubuh buatan.
“Rehabilitasi sangat penting tidak hanya untuk pemulihan trauma, tetapi juga bagi orang dengan kondisi kronis dan disabilitas, yang tidak tecermin dalam laporan ini,” kata Richard Peeperkorn, perwakilan WHO di wilayah Palestina yang diduduki.
WHO, bersama EMT dan mitra-mitra kesehatan, terus bekerja di lapangan untuk menangani kebutuhan kesehatan yang mendesak. Namun, laporan tersebut menekankan bahwa perluasan layanan rehabilitasi memerlukan perlindungan mendesak terhadap fasilitas-fasilitas kesehatan, akses tak terbatas ke bahan bakar dan pasokan medis, serta penyingkiran hambatan untuk mengimpor barang-barang esensial, seperti alat bantu.
WHO kembali menyerukan gencatan senjata segera. “Penduduk Gaza layak mendapatkan perdamaian, hak atas kesehatan dan perawatan, serta kesempatan untuk sembuh,” kata laporan tersebut.
Laporan: Redaksi

.jpg)








