Jakarta (Indonesia Window) – Tema agenda kebijakan global IMF, yaitu Act Now, Act Together (Bertindak Sekarang, Bertindak Bersama), sajalan dan saling melengkapi dengan tema Presidensi G20 Indonesia 2022, yakni Recover Together, Recover Stronger (Pulih Bersama, Pulih Lebih Kuat).
Hal tersebut diungkapkan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Wajiyo, pada Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia pada 11-16 Oktober 2022 di Washington D.C., Amerika Serikat.
Perry Wajiyo menyampaikan tiga poin utama yang perlu menjadi perhatian.
Pertama, tantangan global yang dihadapi saat ini tidak dapat direspons dengan hanya satu instrumen kebijakan sehingga perlu pengembangan kerangka kebijakan terintegrasi IMF bersama dengan kerangka stabilitas finansial makro.
Dalam hal ini, Indonesia telah melakukan implementasi bauran kebijakan moneter, fiskal, stabilitas nilai tukar, dan makroprudensial, tutur Perry.
Kedua, pentingnya pengembangan digitalisasi keuangan, kata Perry, seraya menambahkan, Bank Indonesia telah mengembangkan digitalisasi sistem pembayaran diantaranya kesepakatan cross-border payment (pembayaran lintas batas) antara Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Selain itu, bank sentral Indonesia tersebut juga telah melakukan peluncuran Quick Response (QR) Code, dan Bank Indonesia Fast Payment (BI-FAST), Perry menjelaskan.
Ketiga, pentingnya penguatan jaring pengaman keuangan global untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan dalam rangka membantu negara yang membutuhkan melalui reformasi kuota di IMF, Perry menambahkan.
Pertemuan IMF dan Bank Dunia tersebut menyoroti aktivitas perekonomian global yang mengalami perlambatan secara luas dan lebih tajam dibandingkan perkiraan, dengan tingkat inflasi yang tinggi.
Outlook (prediksi) perekonomian dipengaruhi oleh krisis biaya hidup (cost-of-living), pengetatan kondisi sektor keuangan di sebagian besar kawasan, konflik Rusia dengan Ukraina, serta dampak pandemi Covid-19 yang masih membebani.
Pada kesempatan, itu IMF juga menyampaikan beberapa rekomendasi respons kebijakan kepada negara anggota, yaitu kebijakan moneter yang front loaded dan diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan menjangkar inflasi ke depan, dan prioritas kebijakan fiskal untuk melindungi kelompok yang rentan melalui bantuan jangka pendek yang ditargetkan guna mengurangi beban biaya hidup.
Dengan terbatasnya likuiditas di sektor keuangan, rekomendasi itu juga menyangkut kebijakan makroprudensial yang perlu untuk menjaga terjadinya risiko sistemik.
Selanjutnya, direkomendasikan juga perbaikan reformasi struktural agar meningkatkan produktivitas dan kapasitas ekonomi yang diperlukan guna meringankan hambatan pasokan dan mendukung kebijakan moneter dalam mengatasi inflasi.
IMF juga merekomendasikan kebijakan untuk mempercepat transisi energy hijau yang akan bermanfaat bagi keamanan energi dalam jangka panjang dan mengurangi biaya makroekonomi dari perubahan iklim.
Dana moneter internasional tersebut juga merekomendasikan kerjasama multilateral yang diperlukan untuk menghindari terjadinya fragmentasi global.
Laporan: Redaksi