Teknologi pemuliaan padi China telah mendorong pengembangan pertanian di sejumlah negara Asia dan Afrika, dengan proses pemuliaan kompleks padi super hijau (green super rice/GSR) yang menawarkan hasil yang tinggi namun tetap ramah lingkungan.
Beijing, China (Xinhua) – Di sebuah laboratorium di Akademi Ilmu Pertanian China (Chinese Academy of Agricultural Sciences/CAAS) yang berada di Beijing utara, para peneliti sibuk menandai dan menyunting gen pada padi, salah satu komponen kunci dari proses pemuliaan kompleks padi super hijau (green super rice/GSR).
Seperti namanya, varietas padi ini menawarkan hasil yang tinggi namun tetap ramah lingkungan.
“Kami menerapkan metode penapisan genetik untuk menempatkan kualitas atau sifat-sifat yang kita butuhkan pada padi ini,” kata Xu Jianlong, seorang profesor di Laboratorium Pemuliaan Padi Molekuler di bawah Institut Ilmu Tanaman (Institute of Crop Sciences), CAAS.
Sejak 2008, di bawah dukungan pemerintah China dan Bill & Melinda Gates Foundation, laboratorium tersebut mulai mengembangkan varietas GSR untuk mendorong pengembangan pertanian di daerah-daerah miskin sumber daya di Afrika dan Asia.
“Kami telah memuliakan beragam varietas GSR yang mampu beradaptasi dengan lingkungan ekologis yang berbeda di berbagai negara. Di Afrika, misalnya, kami memuliakan varietas yang lebih tahan terhadap kekeringan dan suhu tinggi, sedangkan di Asia Tenggara di mana topan biasa terjadi, kami memproduksi beras yang tidak mudah tumbang dan tahan terhadap berbagai penyakit seperti hawar bakteri,” jelas Xu.
Menurut sang pakar, saat topan super Haiyan melanda Filipina pada 2013, semua tanaman padi varietas lokal di Pulau Leyte tumbang. “Namun, varietas GSR8 yang kami coba tanam di sana menunjukkan toleransi yang lebih baik terhadap banjir, kekeringan, dan kerusakan garam, dengan hasil panen mencapai 1,2 ton per hektare.”
Pemerintah Filipina kemudian memutuskan untuk mendorong penggunaan benih GSR8, sehingga varietas GSR berkembang pesat hingga mencakup 430.000 hektare pada 2014. Pada 2018, varietas GSR telah dipromosikan di Filipina di lahan seluas total 1,09 juta hektare, mencakup 22,64 persen dari luas areal padi di negara tersebut. Per 2021, luas kumulatif varietas GSR mencapai 10,8 juta hektare di negara Asia Tenggara itu.
Kisah-kisah sukses juga ditemukan di negara-negara Asia lainnya. NIBGE-GSR1, yang dipromosikan di Pakistan, memiliki hasil panen rata-rata sekitar 9,5 ton per hektare, dibandingkan dengan 7 ton untuk varietas lokal. Saat ini, enam varietas GSR, termasuk NIBGE-GSR1, 2, 3, 7, 8, dan NIAB GSR39, telah disertifikasi oleh otoritas Pakistan, menurut CAAS.
Bagi para ahli CAAS, peluncuran varietas GSR di Afrika cukup menantang, karena infrastruktur pertanian di sana relatif buruk.
Dengan dukungan teknis dari CAAS, Green Agriculture West Africa Ltd., yang tergabung dalam perusahaan konstruksi China CGCOC Group, mengembangkan varietas GSR GAWAL R1 untuk membantu meningkatkan produksi beras. Divalidasi di Nigeria pada 2017, GAWAL R1 menghasilkan panen sekitar 30 persen lebih banyak daripada varietas lokal Faro 44. Dengan popularisasi varietas tersebut, rata-rata hasil panen padi di seluruh Nigeria meningkat dari 1,98 ton per hektare pada 2019 menjadi 2,5 ton per hektare pada 2022.
“Kami akan melakukan lebih banyak upaya untuk membantu negara-negara Afrika Barat membangun sistem industri benih padi dan meringankan ketatnya permintaan pangan mereka,” kata Xu.
Menurut CAAS, selama satu dekade terakhir, 78 varietas GSR yang dikembangkan oleh kelompok proyek GSR telah diuji, disertifikasi, dan dipromosikan di 18 negara dan wilayah di Afrika dan Asia, dengan luas tanam kumulatif mencapai lebih dari 6 juta hektare, memberi manfaat kepada lebih dari 1,6 juta petani.
Pengalaman China dalam budi daya dan produksi padi memberi kontribusi yang signifikan terhadap ketahanan pangan negara-negara Asia dan Afrika di sepanjang Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI), yang diluncurkan hampir 10 tahun lalu, ujar Xu.
Adapun rencana masa depan mereka, ahli itu berpendapat bahwa sangat penting untuk “mengajari mereka cara menanam padi” alih-alih hanya “memberi mereka beras”.
Saat ini, 58 mahasiswa pascasarjana dari 15 negara sedang mengejar gelar master atau doktoral di sejumlah institut penelitian China.
“Selain itu, kami memberikan pelatihan lanjutan dalam teknik pemuliaan GSR kepada hampir 943 ilmuwan dan teknisi dari 15 negara, dan akan ada lebih banyak pelatihan di masa mendatang,” lanjut Xu.
Ahli itu percaya bahwa menggunakan teknologi pemuliaan padi China untuk memastikan ketahanan pangan di negara-negara berkembang sangat penting bagi pembangunan BRI dan pembangunan komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia.
“Tujuan utama kami adalah membantu para petani di negara-negara tersebut mencapai swasembada dalam produksi beras,” imbuh Xu.
Laporan: Redaksi