Guru Besar IPB dorong pemanfaatan teknologi non-destruktif untuk tingkatkan daya saing pertanian nasional
Teknologi evaluasi mutu produk pertanian secara non-destruktif merupakan strategi penting dalam meningkatkan produktivitas, mutu, efisiensi, serta daya saing komoditas unggulan Indonesia di pasar global.
Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB University, Prof. Dr. I Wayan Budiastra, M.Agr, menekankan bahwa penerapan teknologi evaluasi mutu produk pertanian secara non-destruktif merupakan strategi penting dalam meningkatkan produktivitas, mutu, efisiensi, serta daya saing komoditas unggulan Indonesia di pasar global.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers praorasi ilmiah, dengan judul ‘Teknik Evaluasi Mutu Secara Non-Destruktif dan Pengolahan Hasil Untuk Peningkatan Produktivitas dan Mutu Hasil Pertanian,’ yang digelar secara daring pada Kamis.
Menurut Prof. Budiastra, hingga kini sebagian besar industri maupun eksportir produk pertanian masih mengandalkan analisis kimia di laboratorium untuk memastikan kualitas hasil panen. Metode tersebut membutuhkan waktu antara satu hingga dua pekan dengan biaya mencapai 200.000–500.000 rupiah per sampel.
Kondisi tersebut dinilai menjadi kendala bagi dunia usaha, terlebih ketika Indonesia harus menghadapi persaingan ekspor yang menuntut kecepatan, efisiensi, dan konsistensi mutu produk.
“Kita memerlukan teknologi evaluasi mutu yang cepat, akurat, murah, dan ramah lingkungan agar produk pertanian nasional bisa bersaing di pasar dunia,” ujar Guru Besar IPB University tersebut.
Selama lebih dari dua dekade, riset yang dilakukan Prof. Budiastra bersama timnya telah menghasilkan berbagai teknologi non-destruktif. Beberapa di antaranya adalah Near Infrared Spectroscopy (NIR), yang memanfaatkan interaksi gelombang inframerah dekat dengan komponen kimia produk untuk memprediksi mutu internal.
Teknologi ini terbukti mampu mengukur kandungan gula dan asam pada buah mangga, kadar kafein pada biji kopi, serta kadar lemak dan asam lemak bebas pada buah sawit dengan tingkat akurasi tinggi (r > 0,9).
Selain itu, ada alat portabel UV-VIS-NIR, yang dirancang untuk menentukan tingkat kematangan buah sawit di kebun. Selama ini, pemanen biasanya mengandalkan penilaian visual berdasarkan warna buah yang kerap menghasilkan hasil tidak konsisten. Alat ini terbukti mampu menentukan tiga tingkat kematangan buah sawit dengan akurasi 100 persen.
Sementara itu, ada juga teknologi ultrasonik yang berfungsi memprediksi kekerasan, kemanisan, dan kerusakan internal buah berkulit tebal seperti manggis dan sirsak berdasarkan kecepatan rambat gelombang ultrasonik.
Teknologi non-destruktif lainnya adalah Electrical Impedance Spectroscopy (EIS), yang memanfaatkan sifat kelistrikan seluler untuk memprediksi mutu internal produk, seperti keasaman dan kadar gula pada jeruk Garut serta kadar minyak sawit.
Selain itu, Prof. Budiastra juga mengembangkan teknologi pengolahan hasil berbasis gelombang elektromagnetik, di antaranya Ultrasound Assisted Extraction (UAE) yang mempercepat proses ekstraksi senyawa aktif pala dan lada dari 24 jam menjadi hanya 1 jam, serta Green House Effect (GHE) Dryer yang mampu memangkas waktu curing (proses pascapanen untuk menyembuhkan luka dan mencegah kebusukan pada hasil panen) vanili dari 22 hari menjadi sekitar 12 hari, sekaligus menghasilkan mutu vanili yang lebih baik.
Dampak bagi petani
Teknologi-teknologi tersebut tidak hanya ditujukan bagi industri besar, melainkan juga dapat dimanfaatkan oleh kelompok tani, koperasi, dan usaha kecil menengah.
Dengan penerapan yang tepat, petani dapat memperoleh produk dengan mutu konsisten sesuai standar ekspor, sehingga berpotensi meningkatkan harga jual dan pendapatan.
Namun, menurut Prof. Budiastra, penerapan teknologi inovatif ini memerlukan dukungan yang kuat dari pemerintah, khususnya dalam hal kebijakan produksi massal alat dan mesin, serta skema pembiayaan atau subsidi agar dapat dijangkau oleh petani dan pelaku usaha kecil.
“Diperlukan peran negara dalam mendorong hilirisasi riset melalui dukungan industri alat dan mesin, agar hasil penelitian tidak berhenti di laboratorium, melainkan dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh petani dan industri kecil,” tegasnya.
Pengembangan teknologi evaluasi mutu non-destruktif dan pengolahan hasil pertanian ini merupakan bagian dari kontribusi IPB University untuk memperkuat daya saing produk unggulan ekspor Indonesia, seperti mangga, manggis, kopi, pala, lada, dan kelapa sawit.
Dengan riset yang berorientasi pada kebutuhan pasar global, Prof. Budiastra optimistis inovasi ini dapat mendukung visi Indonesia sebagai lumbung pangan dunia sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
“Jika teknologi ini dapat diterapkan secara luas, maka komoditas pertanian Indonesia tidak hanya memiliki mutu lebih baik, tetapi juga mampu menembus pasar internasional dengan harga yang lebih kompetitif,” pungkasnya.
Laporan: Redaksi

.jpg)








